Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Pensiunan Jenderal Menggulingkan Mayor di Palagan Sipil

6 Maret 2021   12:24 Diperbarui: 6 Maret 2021   18:15 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, saat aturan jadi presiden diganti, dari diangkat MPR menjadi dipilih langsung oleh rakyat, Pak Sus bikin partai bersama kawan-kawannya. Kecil-kecilan saja, bukan hasil sempalan meski sebagian anggotanya ya pindahan dari partai lain.

Tak jelas, apakah itu ide Pak Sus yang pengen punya partai, atau ide kawan-kawannya yang pengen mengajak Pak Sus yang populer tapi tak punya kendaraan politik. Maklum, Pak Sus kan bukan politisi, tapi pensiunan tentara berpangkat jenderal.

Tak lama, Pas Sus pun didorong jadi capres. Digandengnyalah Pak Jusuf saudagar yang sudah lama jadi politisi. Kebetulan Pak Jusuf dan Pak Sus pernah sama-sama jadi menteri presiden sebelumnya, yang bakal jadi lawan tanding mereka.

Modal Pak Sus yang populer (dan gagah) dipadukan dengan modal fulus (juga jaringan) Pak Jusuf, sukses mengantarkan mereka jadi pasangan pemimpin. Pak Jusuf yang sudah 'dibuang' partai lamanya, ditarik kembali dan dijadikan ketua. Sementara partai Pak Sus tambah moncer seiring kemenangannya.

Sayangnya, dalam kebersamaan itu, Pak Jusuf terlihat lebih menonjol ketimbang Pak Sus. Ada yang bilang matahari kembar lah, ada yang bilang Pak Sus itu kepala negara dan Pak Jusuf itu kepala pemerintahan, padahan kan harusnya dua-duanya disematkan pada Pak Sus.

Musim kedua, Pak Sus ogah berpasangan dengan Pak Jusuf lagi, males kalah pamor. Pak Jusuf sakit hati ditinggal sendiri. Ia lalu mencari kawan untuk melawan Pak Sus, diajaknyalah Pak Wir, pensiunan jenderal juga, lebih senior dari Pak Sus. Kabarnya, dulu bisa saja dia ambil kesempatan jadi presiden, tapi tak diambilnya. Giliran sengaja nyalon, tak jadi-jadi.

Pak Sus menang lagi bersama pasangan barunya. Siapa? Lupakan saja, nanti malah ceritanya melebar kemana-mana.  Sementara Pak Sus mresiden lagi, Pak Jusuf bergerilya untuk mencari kesempatan berikutnya.

Sepuluh tahun berlalu, Pak Sus baru ingat, dia tak mungkin mresiden lagi, jatahnya sudah habis. Saat pensiun jadi presiden, Pak Jusuf naik lagi jadi wakilnya Mas Joko, setelah mengalahkan mantan jenderal juga, Pak Bowo dan pasangannya Pak Hatta yang tak lain besan Pak Sus.

Pas Sus bingung mau ngapain. Balik lah dia ke partainya yang sebetulnya sudah diserahkan kepada Mas Anas. Kebetulan kena kasus hukum ya sudah, Pak Sus jadi ketuanya.

Waktu hajat gubernuran, Pak Jusuf punya jagoan, Mas Joko yang baru juga punya jagoan. Pak Sus? Mau ikut dukung Pak Jusuf gengsi, sudah pernah bikin dia sebel karena meninggalkannya. Mau gabung Mas Joko, males sama juragan Mas Joko yang masih belum mau juga diajak baikan.

Memang tak terlalu top, tapi hajatan itu penting sebagai ajang pemanasan saja sebelum mresiden. Masak partainya nggak punya calon! Mestinya, Pak Sus nyari di partainya. Entah nggak nemu atau bagaimana, Pak Sus kemudian melirik dua anaknya; Mas Agus dan Mas Eddy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun