Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kala Propaganda Perang Turun Gunung di Vietnam

5 Maret 2021   04:33 Diperbarui: 5 Maret 2021   05:14 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski sudah berakhir lebih dari 45 tahun yang lalu, warga Vietnam tampaknya masih sangat trauma dengan peperangan. Selama sekitar 20 tahun berperang melawan Amerika sejak 1 November 1955 hingga 30 April 1975, tak terkira jumlah warga Vietnam dan yang tewas akibat perang itu. Philips Shenon (1995) wartawan New York Times menyebut angka perkiraan 2 juta warga Vietnam yang tewas. Itu belum di wilayah Laos dan Kamboja yang juga terdampak perang itu.

Kita mungkin mengenal perang itu dengan sebutan Perang Vietnam. Kenapa? Bukan hanya lokasinya saja yang memang terjadi di Vietnam dan sekitarnya, tapi juga karena itu dipopulerkan oleh musuhnya. 

Siapa lagi kalau bukan Amerika Serikat. Propaganda perang AS --termasuk dalam film seperti The First Blood yang memunculkan tokoh pahlawan soliter super, John Rambo---ikut mempopulerkan penyebutan Perang Vietnam. Sebaliknya, orang Vietnam menyebutnya sebagai Khang chien chong My atau Perang Melawan Amerika atau Perang Amerika.

Meski Rambo yang diperankan oleh Sylvester Stallone Berjaya, kenyataannya Amerika harus menanggung malu. Menyadari kekalahan (meski tak mengakui) dan menarik pasukannya secara perlahan sejak tahun 1972, kemenangan Vietnam itu tak berarti bahwa mereka terus bebas. 

Sejarah menunjukkan bahwa, setelah itu, perang tak juga berakhir, karena kemudian perang terjadi lagi antara Vietnam dan Kamboja yang dipicu persoalan ideologi dan juga perebutan wilayah. Perang itu baru benar-benar usai ketika Vietnam menarik seluruh pasukannya dari wilayah Kamboja tahun 1991.

Rangkaian perang itu jelas meninggalkan jejak trauma. Sebaliknya, juga menguatkan rasa nasionalisme rakyatnya. Menurut seorang kawan yang juga jurnalis di Vietnam --entah bercanda atau serius---kalau disebut 'perang' orang Vietnam langsung siaga dan mendadak kompak dalam segala hal.

Dalam hal olahraga, sepak bola misalnya, kenapa timnas Vietnam susah dikalahkan meski kemampuan sepakbola mereka belum sebaik Thailand? Karena pertandingan sepakbola selalu disamakan dengan perang membela negara! Benar-tidaknya, wallahualam, tapi kenyataannya memang begitu, Timnas Vietnam selalu saja alot untuk ditaklukkan.

Bisa jadi, omongan kawan saya itu memang benar atau setidaknya, ada benarnya. Ketika virus corona (kemudian dikenal dengan covid-19) mulai merebak di China. Ungkapan 'perang melawan corona' itu bukan basa-basi seperti yang kita dengar dan rasakan di negeri kita sendiri. Sebutannya saja 'perang' tapi 'tentara'-nya tak siaga, rakyatnya juga santai-santai saja.

Tapi di Vietnam, ungkapan 'perang' itu bukan hanya perumpamaan, tapi nyaris diperlakukan sebagai perang sungguhan. Bedanya hanya tak ada senjata dan musuhnya bukan manusia. Perlakuannya sendiri, benar-benar seperti sedang menghadapi perang.

Saat pandemi mulai melanda di China --negara yang berbatasan langsung dengan Vietnam---Sang Perdana Menteri, Nguyen Xuan Phuc, langsung mendeklarasikan perang, yang tak hanya retorika. Kebijakan yang diambilnya kemudian sangat bernuansa perang. Secara umum terlihat biasa, karantina yang ketat dan juga pelacakan orang yang terpapar.

PM Vietnam, berkali-kali muncul di media --televisi terutama---dengan pernyataan yang diulang-ulang; "Melawan virus ini, layaknya menghadapi musuh manusia!" Ia juga menambahkan, "Setiap bisnis, setiap warga negara, setiap pemukiman, harus menjadi benteng untuk mencegahnya!"

Hanya retorika penuh majas? Tidak. Ketika China saja belum melakukan lockdown, Vietnam sudah melakukannya. Jika ada satu wilayah yang memiliki 10 'tersangka' saja, wilayah itu akan langsung ditutup. Bukan PSBB, ini beneran lockdown. Yang menjaganya? Tentara! Berani melanggar, walau hanya 'nongol' urusannya langsung hukum, dianggap kriminal, dianggap membahayakan keamanan negara! Tentara di sana sampai ditugaskan berpatroli ke desa-desa.

Orang asing atau orang yang baru datang dari luar negeri, tak ada dispensasi, mau positif, mau negatif; harus masuk karantina, yang juga dijagai tentara.

Peran tanpa propaganda tampaknya bagai sayur tanpa sayuran, cuma kuahnya doang. Begitupun dengan yang dilakukan Vietnam. Bukan hanya perang di darat, tapi juga perang di udara, alias perang lewat saluran komunikasi.

Segala saluran komunikasi dipakai, dari yang kekinian (youtube misalnya) sampai yang jadul, dipakainya. Menteri Kesehatan Vietnam, Nguyen Thanh Long, turun langsung menciptakan lagu Gon Che Vy (Mencuci tangan) yang dinyanyikan artis-artis populer sono. Lagunya lumayan lah, rada-rada mirip K-Pop (cek aja di sini kalo penasaran). Lagu itu langsung ngetop layaknya lagu populer cinta-cintaan. Di Youtube saja, sudah ditonton lebih dari 75 juta kali (termasuk saya, hehe).

TV, Radio, Internet, tak usah disebut lah, semuanya kompak-surompak ikut menyebarkan pesan perang ini. Yang unik, citarasa perang ini juga bahkan bisa ditemukan dalam sebuah media komunikasi jadul yang mungkin sudah jarang kita lirik; poster! Bukan poster biasa, posternya pun sangat bernuansa perang.

Desainnya, ala-ala poster propaganda di masa Perang Dunia Kedua. Salah satunya bisa dilihat pada gambar di atas. Yang kanan (kuning), tulisan besarnya berbunyi (kurang lebih) "Tinggal di rumah berarti Mencintai Negerimu." (Sori, yang kiri nggak nemu artinya). Bener-bener berasa seperti sedang berada di masa perang!

Hasilnya? Data terakhir yang saya lihat di worldometers.info menyebutkan, total kasus covid di dunia sebanyak 116 juta kasus dengan 2,5 kematian. AS menjadi juara dengan 29 juta kasus dan 500 ribu kematian. Indonesia berada di urutan ke-18 dengan 1,3 juta kasus dan 36 ribu kematian. Sementara Vietnam, berada di urutan ke 173 (dari 221 negara yang tercatat) dengan kurang dari 2.500 kasus dan kematian 35! Padahal, dari sisi wilayah, Vietnam jelas sangat dekat dengan episentrum virus yaitu Wuhan!

Perang melawan covid yang dilakukan oleh Vietnam itu benar-benar total, Vietnam (negara dan rakyatnya) melawan musuh yang tak terlihat itu. Menang? Data statistik tadi mendukung klaim itu. Meski bukan paling juara (masih ada 50 negara lain di bawah Vietnam yang lebih kecil angkanya), negara-negara di bawah Vietnam kebanyakan adalah negara dengan jumlah penduduk mini di Samudera Pasifik sana. Sekadar pembanding, jumlah 2500 kasus dan 35 kematian itu terjadi di sebuah negara dengan total penduduk sebanyak 97 juta orang. Silakan dibuat persentase sendiri!

Menengok ke negeri kita sendiri, memang 'perang' melawan covid-19 juga dikumandangkan. Tapi, rasanya kok ya jauh dengan suasana perang 'beneran' ala Vietnam itu. Alih-alih bersama-sama perang melawan virus, malah lebih rame 'perang' antar sesama penghuni negeri terutama di arena maya seperti media sosial.

Di lapangan? Tau sendiri lah! Tau sendiri lah! Boro-boro berasa perang, work from home saja malah kayak liburan yang sangat puaaanjaaang dan luaamaaaa, sementara musuhnya, si virus itu, masih saja berkeliaran, bukan hanya gerilya, tapi terang-terangan.

Diajak nyerang virusnya rame-rame pake vaksin pun, malah rame sendiri, ngeributin asal 'amunisinya' lah, efektivitasnya lah, halal-haramnya lah. Lupa kalau dulu juga kita pernah perang. Pake bambu runcing pun jadi padahal jelas tak efektif melawan senjata api. Membunuh musuh sampai 'bunuh diri' saat menyerang lawan pun tak dianggap sebagai dosa. Namanya juga bela diri. Terus, apa iya sekarang situasinya beda?

*****

Rujukan: (1) (2) (3) (4) (5)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun