Soal 'rasa' dalam sebuah nama, juga menurut saya penting. Begini saja. Kalau Anda mendengar seorang perempuan bernama 'Aisyah' tapi belum pernah bertemu dengannya. Pasti di benak gambaran pertama adalah sosok perempuan berjilbab dan alim. Lalu saat bertemu dengan orangnya langsung, ternyata ia gemar pakai pakaian mini dan bertato? Walaupun cantik, pasti Anda 'kecewa' karena menganggap namanya 'tidak sesuai.'
Saya pun pernah mengalaminya. Waktu masih jomblo dan sedang menempuh studi S2 di Jakarta, seorang kawan mencoba menjodohkan saya. Dia bilang, temannya itu adalah sahabatnya semasa dia S1. Orangnya pinter, cantik, dan anggun. Mohon maaf, ketika dia menyebut namanya 'Tessy' jujur saja saya langsung ilfil. Karena di benak saya, nama 'Tessy' itu lekat dengan sosok Kabul Basuki, pelawak Srimulat yang sering berpakaian wanita itu! Jadi daripada saya menyakiti hatinya, lebih baik saya menolak untuk dikenalkan langsung.
Apa boleh buat, nama sering dikaitkan dengan seseorang yang lain, atau situasi yang lain yang sebetulnya tidak ada kaitannya dengan yang bersangkutan. Pasca kejadian 9/11, AS menjadi sensi dengan nama-nama berbau Islam, apalagi jika orangnya berasal dari Timur Tengah. Seolah nama Osama Hisyam itu kelakuannya sama dengan Osama Bin Laden, atau Habib Bin Laden itu sodaranya Osama Bin Laden sehingga dianggap teroris juga. Padahal kalaupun bersaudara, kan belum tentu juga kelakuannya sama.
Lucunya ya itu, banyak negara yang melarang warganya menggunakan nama-nama tertentu. Di Meksiko, dua nama yaitu Harry Potter dan Hermoine (dari kisah Harry Potter karya J.K Rowling) dilarang digunakan, begitupun dengan nama-nama yang diambil dari kisah superhero seperti Batman, Superman, dll, bahkan James Bond sekalipun. Alasannya? Umumnya soal kepantasan dan menghindari perundungan (bullying).
Begitupun dengan nama-nama yang diambil dari tokoh yang kadung terkenal 'jahat' seperti nama Osama Bin Laden, Stalin, Adolf Hitler, Idi Amin, Pol Pot, dilarang digunakan di beberapa negara, salah satunya di Jerman.
Memang ada orang tua yang memberi nama seperti itu? banyak kan. Di Indonesia, nama Muhammad Khadafi, Anwar Sadat, hingga Saddam Husein (dengan berbagai variasi penulisannya) banyak ditemukan. Dan umumnya terinspirasi oleh tokoh-tokoh yang di dunia barat dianggap sebagai musuh itu.
Di Namibia, sebuah negara di Afrika bagian selatan, baru-baru ini viral karena seorang lelaki terpilih menjadi wakil rakyat. Lelaki itu sudah tiga kali mencalonkan diri dari daerah pemilihannya, Ompundja, yakni tahun 2004, 2010, 2015, dan terpilih lagi dalam pemilu November 2020. Yang terakhir itu, ia malah menang telak, memenangkan 85% suara pemilihnya. Lelaki itu bernama; Adolf Hitler Uunona!
Suratkabar Jerman Bild-lah yang mengangkat kisahnya ketika ia terpilih keempat kalinya sebagai wakil rakyat, hingga viral di media sosial. Bild bahkan hingga menerbangkan wartawannya untuk mewawancarai Adolf Hitler yang satu ini.
Apakah ia menang karena namanya? Belum tentu juga. Mungkin juga karena prestasi kerjanya. Kalau soal nama, ia bahkan mengaku baru menyadarinya setelah ia beranjak remaja. Sebelumnya, ia bilang biasa-biasa saja, dan juga tak pernah bermasalah dengan apapun. Adolf juga mengaku yakin bahwa orangtuanya tak tahu siapa Adolf Hitler sesungguhnya. Adolf Hitler yang satu ini lahir tahun 1965, 20 tahun setelah Hitler pemimpin Nazi itu tewas bunuh diri.
Bagaimana bisa kemudian nama itu dipilih? Menurutnya, bisa saja nama itu terdengar populer di telinga ayahnya, terdengar keren, tapi tak tahu apa-apa soal sosok pemilik asli nama itu. Maklum saja, sebelum merdeka dari Afrika Selatan tahun 1990, jauh sebelum itu Jerman sempat menjadi koloni Jerman dan dikenal sebagai Deutsch-Sdwestafrika, dari tahun 1884 hingga 1915.
Sejarah mencatat, saat menguasai wilayah itu, Jerman dituduh telah melakukan genosida terhadap suku-suku asli di sana. Sekitar 10.000 suku Nama (setengahnya), dan 65.000 suku Herero (85 persen dari total populasinya) menjadi korban. Jerman sendiri sudah meminta maaf secara resmi tahun 2004, tapi jelas hal itu meninggalkan trauma. Jadi, menurut Adolf Hitler ini, tak mungkin ayahnya mengidolakan Adolf Hitler yang itu.