Musim berikutnya, ia makin kokoh di posisinya. Siapapun pemain tengah yang didatangkan Klopp, tak ada satu pun yang berhasil menggusurnya. Satu-dua kali saja ia absen, karena cedera yang tak berarti, atau ketika Klopp menguji coba pemain lain.
Gini makin betah, karena di musim keduanya, Liverpool kembali berlaga di Eropa, bahkan selalu sampai ke final. Pertama adalah final UEFA League, yang sayangnya ditumbangkan oleh Sevilla. Berikutnya lebih baik lagi, dua kali final Champions League. Yang pertama gagal di Kiev karena kandas oleh Real Madrid gegara 'tragedi Karius.' Dan kedua kalinya, sukses menumbangkan Tottenham Hotspurs di Madrid.
Balik ke Inggris, Gini berperan besar dalam penebusan kegagalan Liverpool di liga, dan sukses menghentikan Manchester City meraih gelar ketiganya berturut-turut. Sayangnya, setelah itu, The Reds mulai didera banyak masalah. Gagal di Liga Champions setelah dikandaskan oleh Atletico Madrid dalam 'tragedi Adrian,' disusul dengan melorotnya performa di liga primer.
Musim ini, Wijnaldum sudah memasuki akhir dari masa baktinya yang tertera dalam kontrak tahun 2016 yang tak pernah lagi diperbaharui. Di belahan Eropa lainnya, raksasa Spanyol yang sedang galau, Barcelona, menunjuk Ronald Koeman sebagai pelatih baru mereka.
Koeman sebelumnya melatih Timnas Belanda, dan bekerjasama dengan duo Liverpool, yaitu Wijnaldum dan Virgil van Dijk. Koeman langsung berkoar akan mendatangkan Wijnaldum ke Camp Nou. Ia memang menyukai Wijnaldum sejak lama, sayangnya tak pernah berjodoh --selain di Timas. Saat Koeman menangani PSV, Gini di Feyenord, dan giliran Koeman ke Feyenord, Gini lah yang pindah ke PSV.
Peluang Koeman untuk bekerjasama dalam tim terbuka lebar di musim depan. Wijnaldum bisa didatangkan secara gratis dari Liverpool. Apalagi hingga saat ini, tak kunjung ada kabar Gini menandatangani kontrak dengan The Reds. Di masa transfer Januari, ketika Gini bebas berbicara dengan klub lain, ia juga masih bungkam.
Klopp sendiri tak pernah kehilangan kepercayaan pada Wijnaldum. Musim ini ia tampil dalam semua laga yang dilakoni oleh Liverpool, baik di liga dan di Eropa. Totalitas mainnya masih sama. Bahkan ketika Thiago Alcantara datang dari Munchen dan digadang-gadang akan mencuri posisinya, Gini tak goyah, justru Thiago yang masih kesulitan meyakinkan Klopp. Dan seringnya, mereka malah main bareng.
Soal masa depannya, Gini tak pernah koar-koar. Ia selalu bungkam. Dan ini yang mencemaskan penggemar The Reds. Meski sudah dimakan usia, peran Wijnaldum masih sangat sentral di Liverpool. Kepergiannya bisa menimbulkan masalah di lini tengah, meski berjubel nama besar di sana.
Harus diakui bahwa, dalam hal kontraknya, Wijnaldum bermain cerdas. Ia tak mengumbar hasratnya pindah ke Barcelona (atau ke manapun) seperti yang dilakukan Coutinho sebelumnya. Kelakuan yang membuat marah penggemar The Reds.
Ia memilih bungkam, menyerahkan negosiasi dengan klub pada agennya, dan ia sendiri tetap bermain baik. Negosiasi agennya ditambah dengan negosiasi dirinya sendiri yang terus menaikkan 'nilai jualnya' sebagai pemain penting di lapangan. Michael Edwards, direktur olahraga Liverpool yang jago membuat keputusan bisnis yang menguntungkan (dan juga penting bagi Klopp yang mengurusi lapangan) dibuat pusing. Peluang untung 'menguangkan' Wijnaldum sudah lewat. Gini bisa pergi kapan saja tanpa meninggalkan uang sepeser pun bagi Liberpool.
Satu-satunya cara adalah segera membujuknya, dan mengikuti kemauannya. Tapi soal itu, Gini juga masih bermain apik. Pra-kontrak dengan Barcelona juga belum terwujud. Artinya, semua kembali pada keputusannya. Mau pergi, bebas (dan penggemar Liverpool takkan menyalahkannya, karena biang kegagalan akan dituduhkan pada manajemen). Mau bertahan, juga bisa.