Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Scottish Premiership dan Peluang Gerrard-Rangers Juara

31 Januari 2021   12:40 Diperbarui: 31 Januari 2021   12:49 2935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Scottish Premiership (Sumber: scefl.com)

Di antara liga-liga di Benua Biru Eropa, Scottish Premiership alias Liga Skotlandia memang masih kalah pamor dari liga-liga lain, apalagi dari tetangganya English Premier League. Klub-klub yang berlaga di dalamnya pun tak terlalu banyak dikenal, kecuali dua yang selalu langganan juara dan sering tampil di kancah Eropa; Rangers dan Celtic; dua klub yang berasal dari kota yang sama, Glasgow.

Sudah gitu, aturan liganya juga rada-rada nyeleneh, berbeda dari kebanyakan liga sepakbola lainnya. Salah satu 'keanehannya' adalah, jumlah pesertanya yang hanya 12 klub, tapi di akhir musim, kok jumlah pertandingan yang dimainkannya bisa sampai 38! 'Normalnya' kalau hanya 12 klub kan hanya 22 pertandingan saja kalau sistem home-away. Kalau dua kali home-away ya harusnya kan 44, bukan 38 kali.

Dulu, waktu saya kerja di sebuah tabloid yang isinya prediksi pertandingan sepakbola (saja), antara tahun 2004-2005, saya kebagian menulis liga ini. Hanya sebagai selingan saja, tidak rutin seperti Liga Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Belanda yang lebih ngetop. Toh, 'jabatan' resmi saya di tabloid itu juga bukan reporter atau penulis, tapi desain grafis, hehe... Tapi gara-gara tugas tambahan itulah saya mulai mempelajari liga ini.

Repotnya, aturan di liga ini sering berubah-ubah, meski nggak terlalu sering kayak di Indonesia, hehe... Yang paling sering berubah adalah soal 'jatah' berlaga di kancah Eropa. Maklum saja, posisi Skotlandia juga masih angin-anginan.

Sejak musim 2000-01, seperti disebutkan tadi, liga ini hanya dihuni oleh 12 klub saja. Jika musim 2020-21 berakhir, juaranya berhak berlaga di putaran ketiga kualifikasi Liga Champions Eropa, dan juara keduanya harus berlaga lebih awal, di putaran kedua. Posisi 3-4, masuk putaran kedua kualifikasi UEFA Europa Conference League (kasta ketiga liga Eropa di bawah Champions League dan UEFA League yang rencananya akan dimulai awal musim 2021-2022). Sementara posisi buncit langsung degradasi. Posisi 11 masih diberi kesempatan tanding (play-off) dengan tiga klub posisi 2-4 di Championship (kasta kedua) agar bisa bertahan.

Lalu bagaimana dengan jumlah 38 pertandingan selama satu musim tadi? Hitungannya adalah, putaran pertama berlangsung 'normal' artinya tiap klub akan saling bertemu dua kali, home-away. Dengan begitu, totalnya adalah 22 pertandingan.

Setelah 22 pertandingan itu, pemuncak klasemen tak langsung jadi juara. Masih jauuh... karena setelah itu, masing-masing klub akan saling bertemu lagi, satu kali, entah itu kebagian home atau kebagian away. Dengan begitu, ada 11 pertandingan di putaran kedua ini. Total jadi 33 pertandingan.

Beres 33 pertandingan, liga belum selesai, tapi masuk putaran ketiga. Di sini 12 klub itu akan dibagi dua (split), antara 6 klub teratas dan klub terbawah. Enam klub teratas akan berebut posisi juara (dan jatah Eropa). 6 klub ini hanya akan saling bertemu satu kali, entah itu kebagian home atau away.

Begitupun dengan posisi 7-12 yang akan saling bertemu satu kali. Di sini, 'hadiah utamanya' adalah degradasi dan play-off bagi dua posisi bawah. Dengan begitu, baik 6 klub teratas maupun terbawah, akan menjalani 5 pertandingan lagi. Jadilah angka 38 pertandingan itu ketemu.

Ketika memasuki putara ketiga ini, selain antara klub 'atas' dan klub 'bawah' tidak lagi bertemu, posisi di klasemen akhir juga akan berbeda. Posisi 1-6, selain punya peluang juara, mereka juga sudah bebas dari ancaman degradasi. Seapes apapun, posisi terburuk mereka adalah posisi ke-6. Bagaimana dengan klub-klub 'bawah'? Berapapun poin akhir yang mereka peroleh, posisi terbaik mereka tidak akan lebih baik dari posisi ke-7.

Sebagai contoh, musim 2018-19 (jangan ambil 2019-20 yang dipotong karena Covid ya), St Johnstone memiliki poin akhir 52, tapi ia tetap berada di posisi ke-7, sementara Heart of Midlothian 'hanya' 51 poin, tapi berada di posisi ke-6. Ya itu, karena di putaran ketiga, Heart berlaga di klub 'atas' sementara St Joghstone berlaga di klub 'bawah.' Itulah uniknya Scottish Premership.

Bagaimana dengan musim 2020-21? Apakah sudah bisa diprediksi juaranya?

Sejauh ini, Scottish Premiership sudah memasuki putaran kedua (ada yang sudah 26 pertandingan dan ada yang baru 24 pertandingan). Artinya, semua klub masih akan saling bertemu satu kali, sebelum masuk babak split. Sementara ini, Rangers memimpin klasemen dengan poin 72 (dari 26 laga). Di bawahnya ada juara bertahan 9 kali berturut-turut, Celtic yang mengantongi 49 poin dari 24 laga.

Apakah pasukan Steven Gerrard akan berhasil menggagalkan ambisi Celtic untuk juara kesepuluh kalinya secara berturut-turut? Secara psikologis sangat mungkin. Jarak 23 poin sangatlah jauh. Tapi secara matematis belum. Jika Celtic menyapu bersih seluruh laga tersisa (termasuk putaran ketiga), mereka bisa mengumpulkan 91 poin. Dengan begitu, pasukan Glasgow biru masih butuh 20 poin lagi. Kalau semua laga tersisa di putaran kedua ini bisa dimenangkan, Rangers bisa juara sebelum masuk putaran ketiga. Dan itu bisa lebih cepat lagi andai musuh bebuyutannya, Celtic, makin sering tersandung.

Urusan 'tersandung' ini, nampaknya memang lagi jadi masalah bagi Celtic. Musim ini, mereka sudah tujuh kali bermain imbang, dan 3 kali kalah, hal yang sangat jarang terjadi di beberapa musim sebelumnya. Jumlah gol yang mereka lesakkan ke gawang lawan memang masih cukup subur, 51 gol, kalah dari Rangers yang sudah menceploskan 66 gol. Yang parah adalah di belakang, sementara Rangers baru kebobolan 7 gol, Celtic sudah 20 kali.

Kekalahan terakhir mereka dialami tanggal 30 Januari kemarin, saat melawan klub papan tengah St Mirren di kandang sendiri, mereka takluk 1-2. Pelatih mereka, Neil Lennon --menggantikan Brendan Rogers yang balik ke Inggris kemudian menangani Leicester---tampaknya menyadari betul tekanan psikologis yang dilancarkan seterunya, Gerrard dengan Rangers-nya.

Musim kemarin, mereka 'diselamatkan' Covid. Kalau tidak, bisa saja Rangers sudah merebut juara musim itu. Dan kali ini, rasanya, hanya 'bencana' besar saja yang bisa menghentikan pasukan Steven Gerrard merengkuh juara setelah menunggu sepuluh tahun lamanya. Bahkan kalaupun liga dihentikan seperti musim lalu, Rangers tetap berhak juara jika patokannya adalah hasil di putaran pertama.

Terlalu dini memang untuk memberi selamat kepada Steven Gerrard saat ini. Termasuk juga sangat dini menghubungkan Gerrard sebagai calon pengganti Jurgen Klopp di klub yang membesarkan namanya sebagai pemain, Liverpool. Atmosfir dan sistem liga di Skotlandia sangat berbeda dengan Inggris.

Gerrard sangat memahaminya. Mimpi memimpin mantan klubnya saat ini adalah mimpi yang terlalu dini. Dia harus melihat nasib 'kawan-kawannya' seperti Mikel Arteta dan Ole Solksjaer yang dirundung habis-habisan oleh mantan penggemarnya sendiri; tak peduli status legenda saat mereka bermain dulu. Jangan sampai ia bernasib seperti kompatriotnya di Timnas Inggris, Frank Lampard, yang sebelumnya dianggap lebih keren karena bisa menukangi Chelsea dibanding dirinya yang 'hanya' menukangi Rangers.

Kalaupun nanti ia sukses mengantarkan Rangers juara dan ingin naik kelas, menukangi klub di liga lain yang sistemnya lebih mirip dengan Inggris adalah pilihan yang baik. Sebagai penggemar Gerrard dan Liverpool, saya tak ingin Gerrard bernasib seperti Lampard. Terlalu kejam bro!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun