Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (62) Kembali ke Rumah

28 Januari 2021   20:49 Diperbarui: 29 Januari 2021   16:48 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soso tersenyum sendiri saat mengingat hal itu. Barangkali ia memang tak punya bakat jadi penggembala, seperti si Mahmoud yang dikenalnya di Batumi. Anak itu bisa menggembala puluhan ekor domba, sementara dia, dua ekorpun tak terurus.

Dalam ingatannya yang jauh lebih samar, saat bapaknya masih di rumah, Pak Beso datang membawakan seekor kelinci gemuk dengan bulu putih-keabu-abuan. Masih hidup meski tampak terluka. Kalau tak salah, kelinci itu dibeli Pak Beso dari pemburu yang menangkapnya, mungkin ditangkap oleh anjing, bukan ditembak atau dipanah.

Tapi Soso merasa kasihan melihatnya. Kelinci itu malah dilepaskannya. Pak Beso marah-marah. Sehari kemudian, tetangganya menemukan potongan kepala kelinci di belakang rumahnya. Kelinci malang itu benar yang dilepaskan oleh Soso. Dan habis dimangsa anjing kampung.

"Kau lihat! Biar bagaimanapun, kelinci itu tetap akan mati. Kalau tidak kau lepaskan, setidaknya itu jadi makan malam kita, bukan makan malam anjing liar!" katanya.

Soso menyesali kebodohannya itu. Kalau saja dulu tak dilepaskannya, setidaknya ia pernah merasakan daging kelinci. Sampai sekarang, tak pernah lagi ia punya kesempatan.

"Sengaja kubeli itu biar kamu tahu rasanya. Sapi atau kambing terlalu mahal, setidaknya aku masih bisa membelikanmu daging kelinci, biar badanmu itu ada dagingnya juga!" kata Pak Beso.

Mengingat itu membuat Soso teringat pada Pak Beso. Ia tak tahu apakah bapaknya itu benar-benar pergi ke Rustavi lalu bekerja di pabrik baja seperti yang disarankannya atau tidak. Kalau tidak, dimanakah sekarang ia berada, Rustavi, Tiflis, Gori, atau tempat lainnya. Apakah ia bekerja atau kembali menjadi pemabuk gelandangan.

"Nantilah kucari ke Rustavi sebelum sekolah mulai..." pikir Soso. Ia malu dengan begitu banyaknya orang yang berbaik hati kepadanya selama petualangan ke Batumi, Poti, hingga saat ini ia sedang menuju Gori.

Orang-orang itu berbuat baik kepada orang-orang lain yang tak dikenalnya, bahkan yang berbeda keyakinan sekalipun. Sementara ia? Bapaknya sendiri saja --lepas apakah Pak Beso itu bapak kandungnya atau bukan---malah ia abaikan. Sengaco-ngaconya Pak Beso di kemudian hari, lelaki itu pernah --dan mungkin masih---menyayanginya, dan menganggapnya sebagai anaknya.

*****

Soso tertidur dalam kereta itu. Saat terbangun, menurut orang yang duduk di sebelahnya, kereta sudah lama meninggalkan stasiun Khashuri. Berarti sudah dekat dengan Gori. Berbeda dengan tempat-tempat sebelumnya --sebelum Soso tertidur---makin mendekati Gori tak terlalu banyak lagi salju yang terlihat. Kalaupun ada, tipis saja. Jangan-jangan di Gori, seperti biasanya, salju tak terlalu lebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun