Saya dan John memilih keluar, berdiri di anjungan, bersandar di atap rendah kapal itu. Kapal kayu yang kosong itu benar-benar menjadi sasaran ombak, dihantam dari depan, dilawan dengan mesin kecil. Basah kuyuplah sudah, ya baju, ya tas. Saya dan John 'dipaksa' menikmati ketegangan itu. Kami merentangkan tangan (inget adegan Leonardo di Caprio dan Kate Winslet dalam film Titanic? Percayalah, adegan itu diilhami oleh kami, hehe... setidaknya kami sudah melakukannya sebelum film itu muncul lebih dari setahun kemudian, akhir 1997).
Entah berapa jam kami melawan ombak. Yang jelas, kami tiba di Pulau Baranglompo setelah hari gelap. Tak salah lagi. Di sekitar dermaga sudah banyak kawan-kawan yang nongkrong, menunggu makan malam sebelum rapat dilanjutkan. Mereka keheranan melihat kami basah kuyup. Lebih heran lagi, karena kami tiba malam, padahal tak ada kapal ke sana malam-malam.
Meski tengsin dan malas cerita, cerita itu bocor juga. Hari itu dua kali kami diketawai orang di dua pulau yang hanya beda huruf 'R' dan 'L' itu. Malam itu, meski rapat masih berlanjut, kami tak ikut. Saya dan John meriang. Pakaianpun dipinjami kawan yang lain, tanpa daleman pula...
Siapa yang salah? Ya kami sendiri lah, sudah hanya mengandalkan informasi dari Bang Ali yang juga pendatang, tak mau bertanya pula selama di perjalanan. Tapi siapa yang menyangka memang, nama kapal yang kami naiki juga cukup meyakinkan B. Lompo, tak ditulis lengkap. Kalaupun ditulis lengkap, Balanglompo, mungkin kami juga nggak bakalan ngeh. Sama saja.
Tak apalah, meski kecut, duit melayang banyak, kalau mengingat peristiwa itu, saya dan John pasti tertawa terbahak-bahak. "Kita sudah mengilhami film Titanic Kang, ayo minta royalti sama James Cameron..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H