Masa transfer tengah musim di Liga Premier Inggris tinggal menghitung hari. Sejauh ini, belum ada kejutan, baik yang keluar maupun yang masuk. Klub-klub papan atas alias big six yang biasanya juga jor-joran, masih terlihat ayem.
Di kubu juara bertahan, Liverpool, sorotan pada kebutuhan bek tengah, tak juga dijawab dengan kedatangan bek baru. Manchester City yang disorot lini depannya karena absennya Sergio Aguero, juga baru kedatangan Filip Stevanovic. Itupun bukan calon pelapis Aguero, dan langsung dipinjamkan balik ke Partizan.
Manchester United kedatangan Amad Diallo dari Atalanta. Spurs masih stagnan. Chelsea juga tak memboyong pemain sejauh ini, kebutuhan utamanya, pelatih yang dianggap mumpuni sudah dijawab dengan kedatangan Thomas Tuchel.
Arsenal yang paling banyak disorot, baru kedatangan Omar Rekik dari Hertha Berlin dan Mat Ryan dari Brighton. Di kubu the Gunners, rombongan keluar malah lebih banyak, tiga nama cukup beken, Sead Kolasinac berangkat ke Schalke untuk dipinjamkan, pun dengan William Saliba ke Nice. Nama besar lain yang hengkang adalah Mesut Ozil, mantan idola yang sudah kehilangan panggung di Emirates Stadium. Kepergian Ozil tampaknya sudah tak lagi dipersoalkan para penggemar, antara rela dan kasihan.
Tapi kejutan masih mungkin terjadi, mengingat masih ada sekitar lima hari ke depan. Rumor-rumor masih bersliweran. Salah satunya dari klub Manchester Biru. Sas-sus menyebutkan, City sedang mencari pelapis Aguero yang mumpuni. Maklum, cedera Aguero masih cukup lama, sementara satu-satunya ujung tombak yang tersisa tinggal Gabriel Jesus, yang dianggap angin-anginan, dan City lebih banyak tampil tanpa penyerang murni.
Lalu tiba-tiba muncul satu nama, Diego Costa! Mantan pemain City, Micah Richard, paling bersemangat menyodorkan nama Costa kepada mantan klubnya itu. Menurutnya, seperti yang ditulis dalam kolom di bbc.com, Costa akan menjadi pelapis yang baik saat Aguero masih absen. Setidaknya hingga akhir musim ini.
Costa yang penah tiga tahun (2014-17) membela Chelsea, dianggap memiliki pengalaman di Liga Inggris. Selama bersama The Blues, Costa menyumbang 52 gol dari 89 laga (liga saja). Pun pengalamannya di Atletico Madrid selama tiga periode, periode awalnya (2007-2009) memang lebih banyak dihabiskan di tempat lain sebagai pinjaman, periode kedua (2010-2014) ia menyumbang 43 gol dari 93 laga liga, dan periode ketiganya (2018-2020) menyumbang 12 gol dari 61 laga.
Di klub-klub lain selama masa peminjamannya, ia juga lumayan rajin menyumbang gol. Di Celta Vigo, ia menyumbang 6 gol dari 30 laga, di Albacete 10 gol dari 35 laga, di Valladolid 8 gol dari 34 laga, bahkan di Rayo Valecano yang hanya setengah musim, ia menyumbang  10 gol dari 16 laga.
Menilik sumbangan gol (di liga saja), pemain kelahiran Lagarto Brazil yang pernah membela Timnas Brazil lalu beralih membela Spanyol itu memang bisa dianggap cukup mumpuni.
Tapi, Costa juga punya catatan mentereng lain selain deretan golnya; yaitu soal perilaku. Nggak usah ditanya soal kartu kuning dan merah. Di Inggris, ia berulang kali berurusan dengan FA dengan tuduhan melakukan tindakan kekerasan. Di Inggris, musuh bebuyutannya adalah Martin Skrtel, bek Liverpool.
Beberapa kali Costa berseteru dengan Skrtel. Di laga liga Januari 2015, Costa dituduh dengan sengaja menginjak kaki dua pemain Liverpool dalam satu pertandingan, yaitu Emre Can dan Skrtel. Costa dan Skrtel kembali bentrok ketika membela negara mereka, Spanyol dan Slovakia di ajang kualifikasi EURO 2016.
Saking banyaknya catatan kelakuan buruk Costa, suratkabar L'Equipe Prancis menobatkan Costa sebagai pemain paling dibenci tahun 2015. Jangankan berseteru dengan tim lawan, dengan kawan dan pelatihnya sendiri dia sering bikin perkara. Begitu pula dengan wasit. April 2019, Costa yang membela Atletico lawan Barcelona berseteru dengan wasit, Jesus Gil Manzano. Manzano menuduh Costa menghina ibunya. Bukan saja kartu merah langsung yang diterimanya saat itu. Federasi sepakbola Spanyol juga memberinya bonus larangan delapan kali bertanding.
Awal musim 2020/21 menjadi menarik ketika Atletico kedatangan Luis Suarez yang ditendang Barcelona. Keduanya memiliki reputasi yang serupa soal kelakuan buruk, bahkan pernah berseteru ketika Costa di Chelsea dan Suarez di Liverpool, pun ketika Suarez di Barcelona. Tapi ia menyambut kedatangan tandem barunya itu dengan candaan, "saya bisa berantem, dan dia bisa menggigit," katanya.
Lumayan juga hasilnya, di laga perdana Suarez berkostum merah-putih, Costa menghantam Granada dengan satu gol, dan Suarez menggigit dengan dua gol meski keduanya tak bermain bersama, alias bergiliran.
Tapi kedatangan Suarez juga menjadi akhir karirnya --sejauh ini---Costa menjadi lebih banyak duduk di bangku cadangan. Setengah musim ini, Costa baru tujuh kali main dan menyumbang dua gol. Hal yang kemudian dianggap sebagai salah satu alasannya meninggalkan Atletico dengan memutus kontraknya yang tersisa setengah musim.
Mungkin karena itulah Micah Richard menyodorkan nama Costa untuk City. Statusnya yang bebas transfer membuat City tak perlu keluar duit, hanya tinggal negosiasi gaji. "Setengah musim, cukup baginya..." kata Richard.
Masalahnya, apa iya City membutuhkan Costa? Membutuhkan pengganti --sementara---Aguero dan melapisi Jesus memang iya. Tapi mendatangkan Costa bisa jadi bukan solusi, malah jadi perkara. Sejauh ini City masih bisa mengakali lini depan mereka. Semalam saja, mereka bisa menggulung West Brom 5 gol tanpa balas untuk mengambil alih pimpinan klasemen tengah musim.
Jesus memang masih melempem, tapi para pemain sayap dan tengah mereka, Sterling, Gundogan, Mahrez, masih bisa unjuk gigi. Datangnya Costa, bisa jadi malah mengganggu harmoni itu. Pasukan Pep Guardiola musim ini cenderung bebas dari biang kerok. Dan mereka butuh biang gol, bukan biang kerok. Apalagi melihat sejarah, ada Sterling yang mantan pemain Liverpool yang pernah berseteru dengan Costa juga. Kalau Costa datang dan Sterling malah mutung, Guardiola malah lebih rugi lagi.
Costa-nya sendiri, memang terlihat tertarik dengan ide ke City itu. Daripada ke klub China seperti yang hampir dijalaninya saat ditendang Chelsea, City jelas lebih menarik. Setidaknya, ia punya peluang merasakan juara di Inggris lagi setelah dua kali bersama Chelsea tahun 2014-15 dan 2018-17, atau bahkan sama-sama merasakan nikmatnya mengangkat trofi Champions League bersama City untuk pertama kalinya.
Entahlah, yang pasti, keputusan bukan di tangan Micah Richard. Lihat saja beberapa hari ini, apakah si Bengal itu akan kembali ke Inggris atau ke tempat lain, atau bahkan menganggur lalu pensiun dini di usai 32 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H