Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Catatan 90s: (5) Tidit Tidit... Saya (Pernah) Punya Pager

15 Januari 2021   07:51 Diperbarui: 15 Januari 2021   07:56 3836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan sore itupun saya langsung meluncur ke TKP. Apa yang terjadi? Mia menyambut saya dengan biasa saja. Kayaknya malah kaget dengan kedatangan saya. Masih bagus nggak diusir juga. Saya tanya kemudian soal pesan di pager itu. Dan dia bilang, dia nggak pernah ngirim pesan, nomer pager saya juga katanya dia nggak tahu! Nah lho!

Keesokan paginya, saya dapet pesan lagi. "Dari kemarin ditungguin kemana aja. Maya."

Bujubuneng.... Ternyata yang mengirim pesan itu bukan Mia, tapi Maya. Kalau si Maya memang lagi ada urusan sama saya, dia mau ngasih order motret nikahan kakaknya!

Untunglah order itu masih bisa diselamatkan. Saya segera menemuinya, dan belum terlambat. Saya tunjukan pesan di pager sebagai alasan. Dan memang salah, di pager tertulis Mia, bukan Maya. Dia hanya tertawa soal itu. Beruntung pula saya dan Maya nggak ada hubungan 'apa-apa.' Kalau ada, kan gawat, bisa dituduh selingkuh!

Kisah pager itu berakhir tahun 98 saat saya pergi KKN selama dua bulan. Jauh. Nggak ada layanan. Akhirnya tak bayar iuran bulanan dan mati. Ya sudah, balik ke Makassar saya putuskan saja sekalian. Kemudian berganti pacar baru, sebuah handphone Nokia seken seharga 650 ribu, sementara nomornya sendiri saya beli 750 ribu (Mentari, soalnya kalau Simpati lebih mahal lagi, bisa satu jutaan). Nomor sama hapenya lebih mahal nomornya, itupun bukan nomor cantik. Tapi lumayan lah, meningkatkan kredibilitas dan gengsi, sedikit naik kelas dari pager yang menjengkelkan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun