Olahragawan? Beri saja tunjangan seperti yang lain, toh selama ini juga nggak ada kegiatan olahraga kompetitif.
Kegiatan agama? Kembalikan lagi ke rumah, toh yang Muslim juga pernah puasa tanpa tarawih hingga tak shalat ied bersama. Umat Kristiani juga sudah pernah tidak Natalan rame-rame. Juga yang lainnya. Asal jangan tebang pilih saja.
Larang semua hajatan, kecuali orang kebelet pengen buang hajat. Yang mau menikah, nikah siri aja dulu, yang penting ada penghulu dan saksi, sahkan nanti kalau lockdown sudah usai. Larang semua kumpul-kumpul, kecuali kebo yang berkumpul.
Siapa lagi? Pengangguran? Apalagi ini, tinggal saja di rumah, nikmati tunjangan seperti yang lain, biar merasakan enaknya punya penghasilan.
WNA? Suruh pulang yang gak jelas tujuannya. Larang yang mau masuk tanpa pandang bulu, kulit, atau dompetnya. Kecuali yang datang bawa bantuan, vaksin misalnya. Ambil bantuannya, suruh pulang orangnya.
Dokter dan seluruh tenaga medis jelas tetap harus bekerja, tapi perhatikan jam kerjanya. Beri tunjangan yang layak. Bila perlu tunjangan pejabat dan wakil rakyat dialihkan buat mereka. Kalau lockdown usai dan berhasil, toh mereka juga pasti lega bisa bekerja normal lagi.
Susah? Tidak juga, asalkan ada niat, di situ ada jalan. Asalkan serius, asalkan semua tempat memberlakukan. Bukan separuh-separuh, separuh niat separuh enggak. Separuh serius separuh pencitraan.
Gagasan ini berlebihan, terlalu ekstrim atau radikal? Tenang saja, ini cuma wacana. Toh lockdown-nya juga dari dulu cuma wacana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H