Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (13) Sel di Asrama

9 Desember 2020   08:08 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:47 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Terus ngapain sekolah di seminari?” tanya Gego polos.

“Yaa karena sekolah itu yang ngasih beasiswa…” jawab Soso.

Lagi asyik-asyik ngobrol sambil jalan dan melihat-lihat suasana. Dari arah belakang mereka terdengar suara memanggil. “Wei, Goreli![3]”

Keenam anak itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Di belakang mereka tampak empat anak berpakaian sama dengan mereka, dan jelas sebagian mengenalnya; si Sesa, biang kerok kelas A, dan anak baru di kamar Soso cs itu.

Gego yang berbadan besar membalikkan badannya dan menghadang anak-anak itu. “Kamu mau apa?” tanyanya.

“Jangan pikir urusan kita sudah selesai ya!” kata si Sesa. Rupanya, anak itu masih dendam dengan kejadian kemarin yang menyebabkannya diberi hukuman di kelas.

“Terus maumu apa?” tanya Gego lagi. Anak itu tadinya terlihat sangat kocak. Tapi di depan si Sesa dan empat temannya, ia mendadak begitu garang.

Sesa tidak menjawab dengan mulut, tapi menjawabnya dengan sebuah tinju yang melayang ke arah wajah Gego. Gerakannya gesit, tampaknya dia belajar bela diri. Mungkin karena bapaknya polisi juga. Tapi di luar dugaan, tangan Gego nggak kalah gesit. Ia menangkap pergelangan tangan Sesa dan memelintirnya, lalu mendorongnya. Sesa terjengkang. Melihat temannya tersungkur, tiga orang kawan si Sesa langsung menyerbu Gego dan mengeroyoknya.

Seva, Peta, Jaba, dan Kaka terpancing. Mereka ikutan menyerbu untuk membantu Gego yang dikeroyok. Sementara Pepa yang anak pendeta itu tampak lebih tenang, ia melirik pada Soso yang masih berdiri di sampingnya. Soso sendiri sudah gatal, tapi ia ingat dengan ancaman hukuman di seminari. Ia masih anak baru, nggak mau cari perkara.

“So, gimana nih?” tanya Pepa.

“Ayo pisahin…” jawab Soso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun