Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (1) Soso

27 November 2020   12:48 Diperbarui: 20 Mei 2021   15:46 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengen jadi ahli listrik, takutnya anaknya mati kesetrum. Pengen anaknya kerja di Telkom, takut mati kebelit kabel. Mau anaknya kerja jadi nelayan, takut mati tenggelam. Jadi petani, takut anaknya kesamber gledek di tengah sawah. Mau jadi tentara, takut mati ketembak.

Jadi, satu-satunya profesi yang menurutnya aman ya jadi pendeta. Pendeta kan nggak usah ikutan perang, kalopun perang kan nggak bakal ditembak kayak perawat atau palang merah. Ya sudah, akhirnya Mak Keke pun memutuskan, Soso harus jadi pendeta.

Soso sendiri kalo ditanya cita-citanya, pasti jawabnya, "Pengen jadi orang ngetop!" nggak ada jawaban lain. Makanya ketika disuruh Mak Keke, jadi pendeta, dia langsung bertanya. "Emang jadi pendeta bisa ngetop Mak?" tanyanya.

Mak Keke mengangguk. "Kamu kan sering ikut kebaktian. Pak Chark ngetop kan di sini, semua orang tau kan?" ia memberi contoh Pak Charkviani. Soso mengangguk. "Naah, sudah, jadi pendeta saja bisa ngetop!" tambah Mak Keke. 

"Kata peramal Gipsi, nanti di masa depan, pendeta dan penyebar agama juga bisa ngetop, masuk tipi, punya acara tipi, jalan-jalan ziarah ke penjuru dunia, jadi bintang iklan, bahkan punya istri artis... kalo sepi order bisa nyaleg atau ikut tim sukses... enak kan?" sambung Mak Keke.

Soso mengangguk-angguk. "Oke deh kalo begitu, aku jadi pendeta aja Mak..." jawabnya.

Mak Keke pun senang. Tahun 1888 Soso didaftarkan di Sekolah Gereja Gori saat usia Soso menjelang sepuluh atau sebelas tahun --maklum, Mak Keke lupa mencatat tanggal kelahiran Soso dengan bener, kadang ia menyebut tanggal lahir Soso 6 Desember 1878, 18 Desember 1878, kadang 21 Desember 1878, bahkan kadang menyebut tanggal 21 Desember 1879. 

Catatan kelahiran Soso dibuat sekenanya, Pak Beso nyatetnya di kertas bekas, dan kertasnya sudah kecuci sama Mak Keke. Atau mungkin nyatetnya di kertas tembakau, jadinya sudah habis dibikin ngelinting rokok.

Gurunya pun bingung saat mau nyatet hari lahir Soso. "Jadi yang mana nih yang dicatet?" tanyanya.

"Ya udah, kayaknya sih 6 Desember 1878..." kata Mak Keke.

"Jangan Mak, catet aja yang tanggal 21 Desember 1879..." timpal Soso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun