Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Teori Birokrasi Weber Ala Kabayan (3): Koordinasi Bawang

16 Maret 2013   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:40 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melak (menanam) bawang nggak Yan?” tanya Mang Olih yang melintas di kebon Kabayan. Kabayan yang sedang membersihkan kebon yang ditanami singkong dari rumput liar itu melirik, lalu menggeleng, “Nggak Mang. Ada juga sedikit, petot (jelek, tidak berisi) buat sehari-hari saja kalo si Iteung nyambel...” jawab Kabayan, “Memangnya kenapa Mang?” ia balik nanya.

Mang Olih menghentikan langkahnya dan berteduh di bawah dapuran pohon pisang yang rindang, “Ampun euy, harga bawang edan-edanan, ampir setengah harga daging. Mending kalo barangnya juga ada, ini mah barangnya juga langka...” jawab Mang Olih yang berjualan kupat tahu itu. Ya sebagai pedagang kupat tahu yang menunya taburan pake bawang goreng, kenaikan harga bawang pasti memberatkan usahanya. “Saya ngirit bawang, pelanggan pada protes, nggak diirit bisa bangkrut. Pusiiing...” lanjutnya.

“Memangnya bawangnya pada kemana, Mang? Apa orang Brebes sudah nggak nanem bawang lagi?” tanya Kabayan. “Nggak tau atuh, katanya sih sedang langka, awal tahun emang biasanya begini. Tadi pagi saja baca koran, kata presiden, kita memang pengekspor bawang merah, tapi sekarang sedang kurang produksi, jadi mengimpor sedikit... Terus lagi, ada komunikasi yang nggak nyambung antara departemen pertanian dengan departemen perdagangan, katanya sih menterinya sudah ditegur...” jawab Mang Olih. “Heran saya mah, menteri pertanian kan orang sana, katanya orang Tegal yang deket Brebes, lulusan manjemen agribisnis Ipebe, masak nggak bisa ngurusin bawang ya?” tanya Mang Olih lagi. “Terus menteri perdagangannya lulusan Harpad ti Amerika, pengusaha, kenapa ngurus bawang aja jadi pabeulit (ruwet) begini ya?” lanjutnya.

“Beda partai kali Mang... males omong-omongan... Lagian yang satu kan lagi ngurusi kasus daging sapi, yang satu lagi katanya mau jadi calon ketua partai, jadi mana sempet ngurusi bawang...” jawab Kabayan. “Iya kali Yan, menteri teh kayak jalan sendiri-sendiri. Nih, masih kata koran, menteri enerji mengalihkan pasokan gas buat pabrik pupuk pemerintah di Gresik, gara-gara itu produksi pupuk bakal terhambat yang ujungnya harganya bakal naik. Kalau sudah begini, produk tani bakalan makin mahal. Tah, gimana coba?” tanya Mang Olih yang rajin baca koran gara-gara gerobak kupat tahunya sebelahan sama tukang koran.

“Nah itu Mang...” kata Kabayan, “Menurut Max Weber, prinsip kedua birokrasi organisasi itu adalah spesialisasi. Dalam sebuah organisasi, harus ada spesialisasi sebuah jabatan, supaya pekerjaannya lancar. Yang ngurusi  pertanian ya bagusnya yang punya latar belakang tani atau pendidikan tani, yang ngurus perdagangan dan enerji juga begitu. Kelihatannya, kalau soal ini sih sudah sesuai. Tapi, prinsip ketiga dalam birokrasi organisasi, yaitu aturan yang di dalamnya ada koordinasi yang kayaknya nggak jalan. Aturan di dalam organisasi teh kan dibuat supaya tujuan organisasi tercapai, jadi setiap bagian saling berkordinasi supaya tujuan tercapai, yang memimpin koordinasi yaitu pimpinan organisasi...” kata Kabayan yang mulai sok-sokan lagi setelah baca buku Max Weber soal birokrasi, Mang Olih sendiri hanya mengangguk-angguk. “Nah, yang terjadi sekarang, koordinasi ini nggak ada yang beres. Masing-masing bidang bukannya ngurusi bidangnya masing-masing yang sesuai dengan tujuan organisasi, tapi malah ngurusi urusannya sendiri dan kelompoknya. Sudah begitu, yang seharusnya memimpin koordinasi, sarua wae (sama saja), lebih sibuk ngurusi organisasinya yang lain yang sama pabeulit-nya. Kalau sudah begitu, orang yang spesialisasinya sudah tepat pun nggak bakalan beres, kalo jalan dan mikirin dirinya sendiri-sendiri..” papar Kabayan.

Mang Olih mengangguk-angguk, “Bener sih Yan. Ngomong-ngomong, kenapa nggak si Mak Weber saja yang jadi menteri pertanian atau perdagangan ya, atau sekalian jadi presidennya!” kata Mang Olih. Kabayan manyun, “Yee, Max Weber mah orang Jerman Mang, sudah mati...” jawab Kabayan. Mang Olih melongo, “Oooh kirain Mak yang orang partai dulunya orang tipi er i itu..” katanya. “Ngaco, itu mah Mak Saparua atuh, anak buahnya presiden!” jawab Kabayan, nggak kalah ngaconya... tapi yakin.

Jogja, 16 Maret 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun