Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gaji The 13th

24 Juni 2012   06:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:36 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kata orang, angka 13 itu angka sial, angka setan, angka kutukan, dan hal-hal yang jelek lainnya. Tapi bagi saya mah angka ini malah angka rejeki...” kata Pak Usup, pegawai negeri rendahan di Pemda yang ditemui Kabayan sedang belanja berbagai kebutuhan sehari-hari, sabun, odol, kopi-gula, hingga sendal jepit. “Bayangin aja Yan, 12 yang lain itu sudah habis sebelum waktunya, dipotong cicilan koperasi, dipotong kriditan motor anak saya, dipotong pinjaman, bayar hutang... sisanya yang sekitar sepuluh persen sudah keburu habis sebelum sampe rumah...” sambungnya sambil terkekeh.

“Memangnya kalau gaji ke tigabelas gimana Pa?” tanya Kabayan yang ikutan mesem. Pak Usup tersenyum lagi, “Lumayan, gaji yang ini alhamdulillah lengkap, utuh, tanpa potongan apa-apa kecuali pajak...” kata Pak Usup.

“Enak atuh Pa, coba ada gaji ke-14, 15, sampe 24, pasti kan lebih enak lagi...” kata Kabayan. Pak Usup nyengir, “Waah, maunya sih begitu Yan, biar pegawai negeri pada makmur. Tapi jangankan gaji ke-14 dan seterusnya, yang ke-13 ini saja sudah banyak yang ngeributin. Banyak yang minta gaji ke-13 ini dihapuskan, katanya aneh, bulannya saja cuma 12, gajinya kok sampe 13. Belum lagi yang menganggap pegawai negeri nggak layak dapat tambahan karena kinerjanya yang jelek. Yah, macem-macem lah Yan...” kata Pak Usup lagi.

“Yang mempermasalahkan gaji ke-13 itu pasti bukan pegawai negeri, Pa, jadi mungkin saja sirik...” komentar Kabayan yang mencoba berempati pada warga Cikadut, tetangga kampung Kabayan itu. “Ya mungkin saja Yan. Tapi saya mah nggak mau nuduh-nuduh. Kalau pemerintah mau ngasih gaji ke-13 ya alhamdulillah, itu tandanya pemerintah memperhatikan nasib pegawai negeri, terutama golongan rendah yang nggak punya penghasilan tambahan apa-apa lagi, selain mengandalkan gaji bulanan. Tapi kalau besok-besok nggak dikasih lagi, ya mau gimana lagi, nggak mungkin pake ngemis-ngemis. Malu!” kata Pak Usup lagi.

“Memang ada yang ngemis-ngemis minta gaji ke-13?” tanya Kabayan. “Nggak ada sih, tapi kalau yang merumuskan anggaran, menaikkan anggaran sendiri, menyediakan pasilitas buat mereka sendiri, menentukan gaji buat mereka, hingga minta uang kadeudeuh di akhir masa jabatannya, ya ada...” jawab Pak Usup. “Siapa Mang?” tanya Kabayan. Pak Usup nyengir, “Jangan disebut ah, nanti kedengeran, nggak enak, bisa-bisa mereka tersinggung dan besok-besok nggak mau menyetujui penurunan gaji ke-13 lagi!”

Kabayan mesam-mesem, “Ya sudah atuh Pa, selamat menikmati gaji ke-13, tapi semangat kerjanya harus ditambahi semangat ke-13 ya!”

Jogja, 24 Juni 2012


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun