22 Oktober 2016. Pertama kali saya mengikuti Sekolah Pasar Modal (SPM). Halaman pertama lembaran baru dengan harapan yang juga baru. Ya! Sepertinya saya mendapatkan energi baru setelah mengikuti SPM.Â
Seperti seorang tersesat yang menemukan sebuah jembatan yang terbentang luas di tengah belantara hutan lebat. Dan yakin, jembatan itu akan mampu mengeluarkan saya dari belantara hutan.
10 November 2016. Pertama kalinya mengoperasikan aplikasi MOST. Setengah gemetar, karena baru pertama kali memasuki dunia saham. Selama ini hanya mengenal  tabungan dan deposito, kini mulai "menyentuh" sendiri produk investasi saham.Â
Masa Kelam
Kata investasi sendiri bagi saya cukup mengkhawatirkan, mungkin sama dengan yang dikhawatirkan banyak orang. Â Investasi dalam mindset saya lebih dekat dengan kata "penipuan" dan "rugi".Â
Tahun 2008, saya  pernah tertipu 350 juta dengan dua usaha yang berkedok investasi. Investasi usaha berlian, dan satunya lagi investasi saham. Dan kesemuanya hancur.
Keluarga saya kembali ke titik nol, bahkan minus dalam hal finansial, karena masih banyak tagihan bank. Ingin menangis, tapi tidak ada gunanya.Â
Saya selalu berusaha menyemangati istri saya untuk cepat melupakan semua kejadian itu, walau saya sendiripun tak pernah bisa melupakannya. Saya juga sangat sedih, keluarga dan teman-teman saya banyak yang tertipu. Kenapa saya percaya waktu itu?Â
Karena pemilik usaha tersebut adalah seorang ustadz di sebuah pondok pesantren yang terkenal sukses sebagai pengusaha berlian. Selain itu beliau terkenal dermawan.Â
Bayangan saya dengan kata "ustadz", "pondok pesantren", "dermawan", dan "pengusaha berlian", Â mempertebal keyakinan saya untuk menitipkan investasi ke perusahaan beliau.
Setelah tertipu investasi abal-abal tersebut, Â bila mendengar ada tawaran investasi, misalnya produk emas, dan lain-lain, otak saya selalu negative thinking. Apalagi dengan sales yang penuh semangat mengajak investasi dengan mengiming-imingi banyak profit, semakin membuat jengkel.
Bertahun-tahun, saya menjauhkan diri dari kata investasi. Saya menyederhanakan impian, dengan hanya menjadi guru PNS, dan istri mengelola usaha warung makan. Tahun-tahun pertama, terasa berat.Â
Tahun-tahun berikutnya, ternyata juga lebih berat. Apalagi setelah istri saya menderita patah bahu kanan karena dijambret sepulang bekerja dari warung. Praktis tidak ada lagi pendapatan tambahan dari warung. Menjelang tidur, sering saya pandangi wajah keempat anak saya. Wajah-wajah tak berdosa. Terbayang, beberapa tahun ke depan, masa yang semakin sulit, harga barang semakin tinggi. Â Mampukah saya membahagiakan mereka?
Saya mencoba utak-atik gaji, menyusun rencana dari bulan ke bulan. Memperketat pengeluaran. Tetap saja minus. Kalau pun impas, itu karena dana yang dikeluarkan hanya untuk yang wajib. Â
Rasanya tidak  mungkin dengan mengurangi anggaran makan keluarga, mengurangi tagihan listrik, air, apalagi memutus internet yang telah menjadi bagian komunikasi dan informasi di zaman ini. Tak ada cara lain, selain menambah pemasukan keluarga.Â
Reformasi Semangat
Secara tak sengaja, saat menuntun sepeda motor yang mogok karena kehabisan bahan bakar menuju ke tempat penjualan bensin, saya membaca spanduk Sekolah Pasar Modal.Â
Pulang ke rumah, segera saya searching di internet, dan muncullah kata investasi dan saham. Kenangan investasi tahun 2008 terbetik kembali, cuma kali ini dengan pemahaman tentang investasi yang sudah jauh lebih baik.Â
Saya langsung mendaftar menjadi peserta, dan mendapatkan jadwal belajar di tanggal 22 Oktober 2016. Sejak mendaftar online, saya semakin rajin ke toko buku maupun browsing internet mencari tahu informasi tentang investasi saham. Â Saya harus mereformasi semangat untuk bangkit setelah jatuh.
Setelah mengikuti SPM Level 1 dan Level 2, serta membuka akun di Mandiri Sekuritas, saya benar-benar melihat jembatan masa depan yang membentang di hadapan saya.Â
Pemahaman yang selama ini salah terhadap kata investasi telah membuat saya terbelenggu dalam meraih kebebasan finansial. Kalaupun akhirnya juga jatuh lagi dalam investasi ini, saya yakin, itu karena kesalahan saya yang kurang menguasai wawasan tentang saham.Â
Trial and error. Setiap kesalahan akan saya jadikan pembelajaran. Dan saya meyakini, pembelajaran tentang saham ini adalah pembelajaran berproses, dan tidak mungkin instan.
Tahun pertama setelah menjadi member Mandiri Sekuritas, saya masih jatuh bangun. Jembatan emas yang saya bayangkan, ternyata menyeberangkan saya ke hutan belantara lain yang lebat dan pekat. Tak ada rambu-rambu yang terlihat. Sesekali terlihat cerah, tapi selebihnya hanya sebuah kegelapan.
Kadang portofolio saya terbang ke langit, kadang jatuh ke jurang terdalam. Kadang terlihat kegirangan, kadang terdiam penuh kekecewaan. Kadang-kadang gain, kadang-kadang loss. Yang terjadi, justru loss yang lebih banyak.
Yang berbeda sekarang, adalah cara saya menyikapinya. Dulu, saya hanya menitip uang untuk dikelolakan. Sekarang, saya yang mengelola sendiri.Â
Itulah tantangan investasi, yang memang butuh proses tidak sebentar. Kerugian yang saya alami di tahun pertama saya anggap sebagai biaya belajar. Resiko sangat tinggi (baca=kerugian) terjadi karena saya tidak memahami seluk-beluk investasi yang dipilih.Â
Risiko menurut saya berbanding terbalik dengan tingkat pemahaman seseorang akan sebuah investasi. Investasi saham akan sangat beresiko bagi orang yang sama sekali belum mempelajari strateginya.Â
Untuk itulah, saya sering mengikuti edukasi yang dilaksanakan Mandiri Sekuritas lewat PanenSaham, dan semakin banyak membaca analisis teknikal maupun fundamental lewat berbagai macam sumber. Â
Di tahun-tahun berikutnya, saya semakin berusaha meminimalkan resiko dengan memilih saham yang sesuai dengan psikologis saya. Sangat perlu bagi saya menjaga psikologis. Tidak berniat untuk rakus dengan keuntungan, dan tidak panik saat situasi merugikan.
Aspek psikologis ini bagi saya sangat penting, dalam segala hal, tidak hanya dalam investasi. Pengetahuan dan pemahaman tentang agama juga akan sangat membantu seseorang dalam berinvestasi saham. Tidak serakah, tidak panik, tidak pelit, mengendalikan emosi, sabar, ikhlas, disiplin, yang diajarkan dalam agama, semuanya dipraktekkan dalam berinvestasi ini.
Hari ini, 3 tahun sudah saya meniti jembatan emas. Anak pertama saya alhamdulillah yang dulu saya tatap wajahnya, kini bisa kuliah di IPB Bogor. Anak kedua sudah SMK, yang ketiga SMP, dan yang bungsu masih di MI.Â
Dengan pendapatan yang tetap (sebagai guru) dan penghasilan di warung yang juga terbatas, ditambah dengan hasil trading saham, saya bisa merajut impian kembali. Ingat, dulu saya selalu menyederhanakan impian, bahkan saya mengubur impian yang menurut saya tinggi.
Kini, saya dengan optimis, bisa kembali merengkuh aset-aset saya yang hilang beberapa tahun yang lalu. Saya juga optimis bisa mengantar anak-anak saya menyelesaikan pendidikan untuk masa depan mereka.Â
Saya bersama keluarga juga harus sering rihlah, melakukan tadabbur alam, menikmati panorama alam untuk melihat kemahaluasan dan kemahakuasaan Sang Pencipta, sehingga semakin menambah kecintaan kita terhadap Sang Pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H