Mohon tunggu...
Alipir Budiman
Alipir Budiman Mohon Tunggu... Guru - hanya ingin menuliskannya

Bekerja sebagai pendidik di MTs Negeri 1 Banjar (dahulu namanya MTs Negeri 2 Gambut) Kabupaten Banjar, Kalsel. Prinsip saya: Long Life Education. Gak pandang tuanya, yang penting masih mau belajar, menimba ilmu. Gak peduli siapa gurunya, yang penting bisa memberi manfaat dan kebaikan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maafkan Kami, Pak Mendikbud....

26 November 2017   19:21 Diperbarui: 26 November 2017   19:33 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, tidak mempunyai kemampuan mengajar yang baik. Dia kurang menguasai metodologi mengajar, sehingga mengajar terkesan monoton. Apalagi dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, guru yang tidak mempunyai kemampuan mengajar akan semakin tersisih, karena tidak mengikuti perkembangan zaman yang memerlukan inovasi dan variasi mengajar.

Ketiga, pengaruh lingkungan. Seorang guru muda baru lulus dan memiliki semangat mengajar yang tinggi secara tidak sadar dapat menjadi guru pemalas apabila berada pada sekolah yang tidak disiplin. Masuk atau tidak masuk kelas tidak pernah dipermasalahkan. Berada di lingkungan yang demikian akan membuat seorang guru idealis menjadi guru pemalas.

Keempat, faktor keluarga. Alasan keluarga tidak jarang membuat seorang guru tidak masuk kelas untuk memenuhi kewajibannya memberikan pelajaran kepada siswa-siswinya. Anak si guru yang sakit secara tiba-tiba, sementara si guru tidak punya siapa-siapa untuk membawa si anak ke rumah sakit.

Apapun alasan di atas, yang menjadi alasan guru malas mengajar adalah: rendahnya komitmen guru terhadap pekerjaannya sebagai pengajar. Guru seperti inilah yang dapat merugikan negara. Negara mempercayakan menginvestasikan para siswa kepadanya. Tapi apa balasannya? Dia hanya mencari keuntungan dengan diangkat sebagai guru berstatus pegawai negeri tanpa punya komitmen melaksanakan tanggung jawabnya. Guru seperti ini biasanya kebal dengan segala sindiran.

Karenanya, maafkan kami siswa, maafkan kami pak menteri, masih banyak guru yang seperti ini. Mereka ini menebar virus yang bisa menjangkiti kawan-kawan guru yang lain. Mereka sangat tidak pantas menerima sertifikasi, meski sudah bergelar S2 sekalipun. Gaji dan sertifikasi sudah dibayar, tapi apa yang dapat diberikan? Hanya anak-anak di ruang kelas yang sering rebut dan berkelahi karenanya guru tidak ada. Sungguh, ini sangat menyedihkan.

 Sekali lagi, maafkan kami, pak menteri...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun