Mohon tunggu...
Alip Riduan
Alip Riduan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 43222010024/ Universitas MercuBuana

NIM: 43222010024 Jurusan: Akuntnsi, Kampus : Universitas Mercu Buana. Dosen pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Besar 2 - Diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar Pada Upaya Pencegahan Korupsi

9 November 2023   09:42 Diperbarui: 15 Desember 2023   09:00 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wayang memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Jawa. Wayang bukan sekadar pertunjukan seni tradisional, tetapi juga merupakan cerminan dari kearifan lokal, moralitas, dan spiritualitas dalam budaya Jawa. Berikut adalah beberapa makna dan peran penting wayang bagi masyarakat Jawa:

  • Pembelajaran Moral dan Kebijaksanaan: Cerita-cerita dalam pertunjukan wayang mengandung pelajaran moral dan nilai-nilai kebijaksanaan. Para tokoh dalam cerita wayang sering kali diambil dari epik-epik klasik yang mengajarkan tentang kebaikan, keadilan, dan kesetiaan. Pertunjukan wayang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik masyarakat Jawa tentang perilaku yang benar dan sikap-sikap yang dihargai dalam kehidupan sehari-hari.
  • Pemujaan dan Spiritualitas: Wayang juga memiliki dimensi spiritual dalam budaya Jawa. Dalam beberapa pertunjukan wayang, para penonton percaya bahwa roh-roh leluhur atau dewa-dewa hadir di dalam wayang, dan mereka memberikan penghormatan dan doa kepada mereka melalui pertunjukan ini. Wayang sering digunakan dalam upacara-upacara keagamaan dan ritual-ritual tradisional sebagai bentuk pemujaan dan penyembahan.
  • Pelestarian Budaya dan Identitas: Wayang adalah warisan budaya yang sangat penting bagi masyarakat Jawa. Pertunjukan wayang membantu dalam pelestarian bahasa Jawa, musik tradisional, dan kisah-kisah epik yang menjadi bagian integral dari identitas budaya Jawa. Melalui wayang, generasi muda dapat memahami dan menghargai warisan budaya nenek moyang mereka.
  • Hiburan dan Kesenian: Secara sederhana, wayang juga berperan sebagai bentuk hiburan bagi masyarakat Jawa. Pertunjukan wayang menawarkan kesenangan dan hiburan bagi penonton, dengan kombinasi seni tari, musik, dan dialog yang khas. Wayang adalah bentuk kesenian yang mendalam dan kompleks, yang memberikan pengalaman estetika yang kaya bagi para penontonnya.
  • Komunikasi Sosial dan Kritik: Dalam pertunjukan wayang, para dalang sering menggunakan humor dan satira untuk mengkritik situasi sosial dan politik saat itu. Wayang menjadi medium ekspresi sosial yang memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan kritis melalui cerita-cerita yang dimainkan di atas panggung.

Cerita wayang tentunya berasal dari India, namun terdapat 4. 444 perbedaan mendasar. Kisah Mahabharata dan Ramayana di India dianggap benar-benar terjadi pada tahun dalam jalur mitos, legenda dan sejarah, sedangkan di Indonesia, kisah Mahabharata atau Ramayana menceritakan tentang sejarah perbuatan . kepribadian untuk mencapai tujuan hidup, baik fisik maupun mental. Salah satu perbedaan utama cerita wayang Mahabharata-Ramayana versi Indonesia dan India adalah adanya tokoh "Panakawan". Panakawan merupakan tokoh yang berperan sebagai pengasuh dan penasehat para pejuang.

Panakawan muncul dengan berbagai nama yang berbeda dan muncul di beberapa cerita. Keberadaan tokoh Panakawan ini dilakukan dengan berbagai medium, seperti relief candi dengan menggunakan stand batu, lukisan/gambar di atas kanvas atau kertas, stand kayu, dan kulit binatang yang masih bisa dilihat saat ini . Bentuk-bentuk tokoh Panakawan ini , dari yang tersebar di seluruh nusantara, masih ada yang memiliki bentuk unik, seperti badan yang tidak proporsional, dan cacat. Panakawan merupakan ciptaan khas manusia Jawa yang tidak ada dalam cerita asli India Mahabharata dan Ramayana. Mulyono (1989) menjelaskan perdebatan antara Serrureir dan Hazeu bahwa, Serrureir dalam bukunya Wayang Purwa een Wthnologische Studie (1896) menyatakan bahwa Semar dan anak-anaknya (panakawan) hanyalah imajinasi manusia saja.Jawa termasuk dalam cerita-cerita dari orang lain. negara. untuk mendramatisasi kisah kepahlawanan nenek moyang orang Jawa. Serrureir berpandangan bahwa Semar artinya tiruan berasal tokoh Widhusaka dari India, menggunakan alasan tidak ada tradisi banyolan di tanah Jawa di ketika itu. Tokoh Wiidhusaka asal india ini sama menggunakan Hanjworst (pelawak) asal Germania atau sama menggunakan polichinel atau Harlekijhj (badut) dari Itali.
namun, pendapat ini dibantah oleh Hazeu (1897) yg menjelaskan bahwa dalildalil Serrureir tidak dapat dipertahankan. Menurutnya, pertunjukan bayang-bayang pada Jawa yang dikenal dengan wayang diciptakan orang Indonesia, tokoh Semar jua orisinil Indonesia; menurutnya banyol atau komedi sudah acapkali diklaim pada tulisan-tulisan kuno (Mulyono,1989: 24-26).

Semar merupakan simbol dari sifat manusia. Banyak hikmah yang bisa dipetik dari tokoh Panakawan ini. Hal ini sesuai dengan ciri khas masyarakat Jawa yang selalu mengajarkan segala sesuatu secara simbolik. Ada ungkapan klasik Jawa yang jelas menunjukkan hal tersebut, yaitu "Wong Jawa iku nggoning semu, siteman ing samudana, sesadone ingadu Manis". Artinya bahasa jawa tempat segala pasemon (simbol/simbol), semua disamarkan dengan tujuan agar indah dan manis. Mengekspresikan kemarahan adalah saru (tidak hormat). Sikap parmi rasa (pemeliharaan emosi) penting terutama dalam menjaga emosi orang lain (Hadiwijaya, 2010: 23).

Semar adalah karakter yang telah ada dalam tradisi wayang Jawa selama berabad-abad, dan asal usulnya mungkin sudah hilang dalam zaman kuno. Namun, karakter Semar telah berkembang dan menjadi sangat penting dalam pertunjukan wayang kulit Jawa.

Dalam naskah-naskah kuno seperti Mahabharata dan Ramayana, tidak ada deskripsi karakter Semar sebagai tokoh yang terpisah. Dia kemungkinan muncul sebagai salah satu dari para dewa atau tokoh cerita epik yang pelayannya. Namun, seiring dengan perkembangan seni wayang kulit Jawa, Semar muncul sebagai karakter yang mandiri dengan ciri khasnya sendiri, terpisah dari naskah-naskah epik Hindu.

Sebagian besar pengetahuan tentang Semar didapat dari tradisi lisan, turun temurun, dan praktik pertunjukan wayang kulit yang telah ada selama berabad-abad. Para dalang (pemain wayang) memiliki peran penting dalam mempertahankan dan menyebarkan cerita-cerita wayang, termasuk cerita tentang Semar. Mereka memperkaya dan mengembangkan cerita-cerita wayang melalui improvisasi, menciptakan kisah-kisah baru, dan menyelipkan lelucon dan humor dalam pertunjukan mereka.

Meskipun tidak ada sumber tertulis yang memberikan penjelasan lengkap tentang asal usul Semar, pengaruh dan nilai karakter ini sangat signifikan dalam budaya Jawa. Semar tidak hanya menjadi sumber hiburan dalam pertunjukan wayang kulit, tetapi juga melambangkan kebijaksanaan, kecerdasan, dan kelembutan dalam tradisi Jawa. Keberadaan Semar dalam budaya Jawa mencerminkan kearifan lokal dan filosofi yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui seni pertunjukan wayang.

Salah satu pendapat yang cukup terkenal adalah yang mengaitkan Panakawan dan Semar dengan Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Songo, para tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Namun, perlu dicatat bahwa ini adalah interpretasi lokal dan legendaris yang mungkin tidak memiliki dasar sejarah yang jelas. Tetapi terdapat pendapat lain tentang panakawan dan semar.

Menurut versi ini, Sunan Kalijaga dianggap sebagai tokoh yang menciptakan karakter Panakawan, termasuk Semar, sebagai bentuk transformasi dari tokoh-tokoh dalam kisah epik Hindu seperti Mahabharata dan Ramayana. Sunan Kalijaga diyakini melakukan transformasi ini untuk mengajarkan nilai-nilai Islam dan moralitas kepada masyarakat Jawa tanpa menghilangkan budaya dan tradisi lokal yang sudah ada.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pendapat ini bersifat mitologis dan lebih berkaitan dengan tradisi lisan dan kepercayaan masyarakat daripada sejarah yang dapat didokumentasikan dengan baik. Sejarah dan asal usul Panakawan dan Semar tetap menjadi misteri, dan berbagai interpretasi lokal dapat ditemui di berbagai daerah di Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun