Mohon tunggu...
Alin Puspita Rani
Alin Puspita Rani Mohon Tunggu... Petani - Sugeng Rawuh

Universitas Kristen Satya Wacana

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pangan 2019: Indonesiaku dan Gizi Buruk

29 Oktober 2019   23:12 Diperbarui: 29 Oktober 2019   23:26 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Pangan Sedunia atau World Food Day yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober 2019. Memiliki sejarah panjang oleh Negara yang tergabung dalam Food and Agriculture Organization Of The United National (FAO).

Masalah pangan sudah menjadi tantangan sejak dahulu bagi masyarakat di Indonesia. Kementerian kesehatan mengakui bahwa angka persoalan gizi buruk masih cukup tinggi di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat.

Tingginya masalah anak penderita gizi buruk disebabkan karena orangtua mereka yang mungkin tidak bisa mencukupi kebutuhan gizi anak-anaknya padahal disetiap orangtua pasti menginginkan anak mereka baik-baik saja. Namun tanpa dipungkiri gizi buruk memang masih sering terjadi di Indonesia. Adapun faktor yang mempengaruhi gizi anak di Indonesia, yaitu :

  • Ekonomi
  • Salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat Indonesia adalah masalah ekonomi. Ekonomi yag sulit, pekerjaan yang apa adanya mengakibatkan penghasilan yang rendah dan mahalnya harga kebutuhan pokok menyebabkan orangtua mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Padahal pada usia balita merupakan masa penting anak mendapat gizi yang baik.
  • Pendidikan
  • Tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan orangtua tidak bisa memenuhi gizi anak-anak mereka. Hal ini disebebkan karena ibu adalah orang pertama yang harusnya memenuhi gizi anak tidak mengetahui manfaat pentingnya pemberian gizi, bahkan sering kali di anggap sepele oleh sebagian orangtua.
  • Perilaku Orangtua
  • Orangtua sering menganggap bahwa mereka tau segala sesuatu tentang kebutuhan anak. Sampai tidak menyadari bahwa pergi ke posyandu dan mendapat bimbingan dari dokter itu diperlukan. Perilaku tersebut yang menyebabkan anak dalam kondisi gizi buruk terus menerus.

Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang seimbang antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidup.  Di Indonesia angka kekurangan gizi masih tinggi yang disebabkan oleh kurangnya energi atau protein. Malnutrisi kebanyakan dijumpai pada anak-anak usia 1-3 tahun masalah ini harusnya menjadi perhatian penting bagi Pemerintah khususnya pada Hari Pangan Sedunia yang ke 39.

Hari Pangan Sedunia 2019 yang di selenggarakan pada 16 Oktober di Kendari Sulawesi Tenggara #zerohungerworlds. Kenapa sampai saat ini masih ada anak-anak yang menderita kurang gizi padahal di Indonesia kaya akan hasil alam yang melimpah, banyak hasil alam yang dapat di konsumsi, jawaban selain dari faktor diatas adalah jika dilihat dari setiap wilayah Indonesia yang berkepulauan tentunya memiliki keadaan yang berbeda

contohnya di Jawa dan Papua cuaca dan kelembaban udara, serta curah hujan diwilayah tersebut berbeda, sehingga menyebabkan berbagai macam sayuran, dan buah-buahan yang ditanam di Jawa tumbuh subur dan dapat di konsumsi masyarakat yang membutuhkan.

Sedangkan jika menanam sayuran tersebut di Papua belum tentu disana bisa tumbuh sehingga balita yang harusnya mengonsumsi protein tidak bisa karena hal tersebut. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa wilayah juga dapat mempengaruhi Gizi terhadap anak. Pada Hari Pangan Sedunia (HPS) diharapkan pemerintah, masyarakat dan orangtua sama-sama memperhatikan kebutuhan gizi anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun