Tasawuf, sebagai dimensi mendalam dalam tradisi Islam, memiliki peran khusus dalam membimbing individu Muslim menuju pengalaman spiritual yang lebih dalam dan lebih intim dengan Allah.
Para sufi meyakini kalau Allah SWT hanya dapat didekati dengan jiwa yang suci. Penyucian jiwa seorang hamba dari penyakit hati dan sifat yang tercela, pada hakikatnya menempuh perjalanan rohani dengan tujuan menuju Allah SWT. Di sisi lain, hamba yang melakukan penyucian jiwanya dengan melakukan pendakian melalui tangga-tangga maqamat menuju pendekatan kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya. Kemudian dalam perjalanan tersebut ada hadiah yang disedikan-Nya kepada hamba-Nya yang "berprestasi".
Makna maqamat dalam tasawuf memiliki dua konteks arti konotatif, yakni perjalanan atau pendakian. Pada konteks perjalanan, maqamat mengalami pergeseran makna dari tempat berdiri menjadi tempat berhenti dalam perjalanan rohani. Sedangkan konteks pendakian, bergeser makna dari tempat berdiri menjadi tangga dalam pendakian rohani. Seorang salik, penempuh jalan rohani, hanya bisa mengondisikan dirinya dengan menempuh maqamat, yaitu tempat-tempat pemberhentian dalam perjalanan panjang atau dengan mendaki tangga-tangga rohani yang memungkinkan Allah memberikan ahwal kepada dirinya.Â
Maqamat bersifat tetap dan diperoleh melalui usaha seorang hamba yang memadukan ibadah, muahadah, dan pendidikan rohani yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
Sedangkan ahwal secara harfiah berarti keadaan atau suasana. Dalam tasawuf, ahwal adalah suasana kalbu yang meliputi perasaan dan kerohanian serta emosi dan spiritual yang datang dan pergi dalam kalbu. Ahwal tidak bisa diundang atau diusir dan tidak bisa diusahakan dengan berbagai cara karena merupakan pemberian Allah. Allah memberikan ahwal kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan mengambil kembali ahwal dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.Â
Ahwal merupakan kondisi-kondisi spiritual yang sifatnya lebih sementara dan dapat muncul secara spontan dalam kehidupan seorang sufi. Ahwal mencerminkan momen-momen khusus ketika seseorang merasakan kenikmatan spiritual atau rindu kepada Allah secara mendalam. Pengalaman ahwal ini bersifat unik dan sulit diprediksi, memberikan dimensi dinamis dalam perjalanan spiritual seorang sufi.
Dalam konteks tasawuf, maqamat dan ahwal adalah dua konsep yang saling terkait dan membentuk bagian integral dari perjalanan spiritual seorang sufi. Maqamat merujuk pada serangkaian stasiun atau tahapan-tahapan dalam perjalanan spiritual, yang mewakili peningkatan tingkat ketaatan, ketakwaan, dan pengabdian kepada Allah.Â
Di sisi lain, ahwal mengacu pada keadaan-keadaan batin atau kondisi spiritual yang dialami oleh seorang sufi sebagai hasil dari perjalanan tersebut. Persamaan antara maqamat dan ahwal terletak pada keterkaitan erat di antara keduanya. Setiap maqam (posisi) membawa pengaruh pada keadaan batin sufi, menciptakan pengalaman mistik, ekstasis spiritual, dan perubahan kesadaran.
Progresi dari satu maqam ke maqam berikutnya menciptakan dinamika yang memengaruhi ahwal sufi, menandai perjalanan pribadi menuju Allah. Oleh karena itu, maqamat dan ahwal bekerja bersama-sama membentuk narasi perjalanan spiritual yang unik bagi setiap individu dalam mencapai kecintaan dan pengenalan yang lebih dalam terhadap Tuhan. Kedalaman pengalaman tasawuf terletak pada interaksi dinamis antara maqamat yang memberikan struktur dan arah, serta ahwal yang memberikan warna dan kekayaan spiritual pada perjalanan seseorang menuju Allah.
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Akhlak Tasawuf: Prof Dr. Asep Usmani Ismail, M.A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H