Mohon tunggu...
Alin FM
Alin FM Mohon Tunggu... Penulis - Mencoba

Mencoba menjadi untuk jadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harga Minyak Goreng Selangit Emak-emak Meringis

10 November 2021   17:13 Diperbarui: 10 November 2021   17:28 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batam.tribunnews.com

Harga minyak goreng selangit emak-emak meringis

Oleh

Alin FM
Praktisi multimedia dan Penulis

Ironis memang, Indonesia dikenal dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia harus mencicipi harga minyak goreng selangit. Akhirnya banyak emak-emak meringis dan memilih menyajikan  masakan ala rebusan atau stemboat. Tapi tetap saja, bahan pangan yang satu ini masih menjadi primadona dapur untuk menggoreng aneka masakan.

Bak tikus lumbung padi, peribahasa  yang menggambarkan betapa kayanya Indonesia akan perkebunan kelapa sawit namun tidak merasakan gurihnya harga minyak goreng. Minyak goreng yang sering digunakan emak-emak adalah minyak crude palm oil (CPO). Bahan pangan yang terbuat dari kelapa sawit yang diproses dan dimurnikan sehingga bisa menggoreng aneka masakan. Miris bukan, kenaikan harga minyak goreng diawal bulan  November ini memperberat anggaran belanja emak-emak di tengah pandemi saat ini

Dari situs resmi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Selasa (8/11/2021), secara nasional minyak goreng kemasan bermerk 1 tembus Rp 18. 250 per kilogram.Angka ini naik sebesar 1,11 persen atau Rp 200.Kemudian untuk komoditas minyak goreng bermerk 2 dibanderol Rp 17.750 per kilogram. Angka ini telah naik sebesar 0,85 persen atau Rp 150 per kilogram.

Solusi mengemuka adalah usulan penghentian ekspor minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil ), dinilai tidak akan membuat harga minyak goreng turun. Karena Kenaikan harga CPO dunia disebut menjadi alasan utama melonjaknya harga minyak goreng dalam negeri. Meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, sayangnya, sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO sehingga tidak bisa menentukan harga jual dalam negeri.

Industri yang terpisah ini, membuat produsen minyak goreng harus membeli dengan harga patokan dunia. Para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional.

Sejatinya, masalah mendasar yaitu  adanya sistem ekonomi neoliberal yang digunakan untuk mengelola komoditas  kelapa sawit. Harga ditentukan oleh harga internasional. Terlihat adanya permainan harga yang mengendalikan harga minyak goreng yang satu ini yaitu kaum kapitalis global. Jelaslah, ekonomi neoliberal hanya menguntungkan para pemilik modal dan tidak berpikir pada hajat hidup masyarakat.

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) neoliberalisme, merupakan aliran politik ekonomi yang ditandai dengan tekanan berat pada ekonomi pasar bebas, disertai dengan usaha menekan campur tangan pemerintah, dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian.

Disinilah kita memahami kenapa sistem Ekonomi neoliberal yang mengatur pasar bebas bisa mempengaruhi harga minyak goreng di pasar. Ketika harga minyak CPO  di pasar internasional mengalami kenaikan maka di harga minyak CPO di Indonesia ikut  naik. Karena pasar bebas yang berlaku di negeri ini. Walaupun Indonesia memiliki segudang perkebunan kelapa sawit. Inilah buah dari sistem ekonomi neoliberal, emak-emak harus harga minyak goreng selangit di perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun