Asistennya, Siska, seorang detektif muda yang bersemangat, menyusul Anton beberapa saat kemudian. Dia memiliki pengetahuan luas tentang teknologi dan sering kali menjadi tangan kanan Anton dalam hal analisis forensik.Â
Siska mengamati lokasi dengan cepat, matanya tertuju pada cermin besar yang tampak seperti benda asing di dalam rumah tua itu.
"Cermin itu... sepertinya aneh, Pak," ujar Siska pelan, seolah takut suaranya akan mengganggu ketenangan yang menyeramkan di dalam ruangan itu.
Anton mengangguk. "Benar. Rumah ini jelas sudah lama tidak dihuni, tapi cermin itu... terlalu bersih."
Anton mendekati cermin dengan hati-hati, pandangannya terpaku pada pantulan dirinya yang tampak tidak alami dalam ruangan yang suram itu.Â
Dia bisa merasakan sesuatu yang tidak beres, meskipun dia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Nalurinya memberi tahu bahwa cermin itu lebih dari sekadar benda mati.
Sambil mengamati sekeliling ruangan, Anton mulai bertanya kepada polisi yang pertama kali menemukan mayat Lisa. "Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari korban?"
Petugas polisi, seorang pria tua dengan pengalaman bertahun-tahun, menggelengkan kepalanya.Â
"Tidak ada tanda-tanda perlawanan. Kami juga tidak menemukan jejak kaki lain, selain milik korban. Semua jendela terkunci dari dalam, dan pintu depan hanya rusak sedikit, mungkin akibat dari seseorang yang masuk setelah kejadian."
Anton menyimak dengan seksama, kepalanya penuh dengan pikiran. "Tidak ada jejak pelaku, tidak ada tanda perlawanan... ini mengarah pada sesuatu yang terencana dengan sangat hati-hati."
Mereka kemudian menggali lebih dalam tentang latar belakang korban. Lisa adalah seorang mahasiswa arsitektur yang sedang melakukan penelitian tentang sejarah rumah-rumah tua di kota itu.Â