Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gema di Langit Biru

9 Oktober 2024   11:00 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil bernama Cempluk, terletak di kaki gunung yang sejuk dan dikelilingi oleh hutan hijau. Kehidupan di desa ini tampak damai, tenang, dengan suara alam yang memanjakan telinga setiap pagi. Namun, ada satu hal yang membuat langit biru di desa ini tak lagi setenang dulu---sang awan putih kini berubah menjadi abu kelabu.

Lina, seorang gadis berusia 17 tahun, duduk di tepi sungai sambil menatap langit. Ia tumbuh besar dengan mendengar cerita dari neneknya tentang keindahan alam dan betapa pentingnya menjaga bumi. Neneknya selalu berkata, "Bumi ini seperti rumah kita. Jika kita tak merawatnya, siapa lagi yang akan melakukannya?"

Namun, hari-hari belakangan ini, Lina sering kali melihat fenomena yang membuat hatinya resah. Sungai yang dulu jernih, kini mulai terlihat keruh. Udara yang biasanya segar, semakin sering dipenuhi bau asap pabrik dari kota yang tak begitu jauh dari desa mereka. Warga desa juga mulai mengeluh tentang tanaman yang tak lagi tumbuh subur. Tapi tak seorang pun benar-benar melakukan sesuatu untuk merubah keadaan.

Lina tidak bisa diam. Dalam hatinya, ia merasa bahwa ini bukanlah takdir alam, tapi ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Sore itu, dengan semangat yang membara, ia pergi menemui Pak Rahman, kepala desa yang bijak namun konservatif. Lina dengan tegas menyuarakan keresahannya tentang kondisi alam yang semakin buruk.

"Pak, kita tidak bisa terus begini. Sungai kita tercemar, tanaman kita mati. Desa kita berubah," kata Lina dengan suara yang penuh keberanian.

Pak Rahman hanya tersenyum tipis. "Ini bukan hal yang mudah, Lina. Kita tak punya kekuatan melawan para pemilik pabrik itu. Kita hanya desa kecil."

"Tapi, Pak, kita bisa mulai dari diri kita sendiri! Jika semua orang berpikir bahwa mereka tak bisa merubah apa-apa, maka tak akan ada yang berubah. Kita bisa menggalang dukungan, mengajak warga lain untuk lebih peduli pada lingkungan," balas Lina.

Perdebatan ini tak hanya terjadi di desa kecil itu, namun juga di seluruh dunia. Isu lingkungan yang semakin kritis, krisis iklim, deforestasi, dan polusi menjadi masalah global. Lina tahu, meski hanya satu orang, ia bisa menjadi pemicu perubahan. Ia memutuskan untuk memulai dari hal-hal kecil. Setiap hari, ia mengajak teman-teman sekolahnya membersihkan sungai, menanam pohon, dan mengurangi penggunaan plastik di desanya.

Ternyata, apa yang dilakukan Lina tidak sia-sia. Aksinya menarik perhatian media lokal, dan lambat laun semakin banyak warga yang bergabung. Mereka membuat komunitas kecil yang fokus pada upaya pelestarian lingkungan. Bahkan, beberapa pengusaha di desa tetangga mulai sadar dan melakukan perubahan dalam cara mereka menjalankan bisnis, seperti mengurangi limbah dan menggunakan energi terbarukan.

Suatu hari, pemerintah daerah mengunjungi desa Cempluk untuk melihat perubahan yang dilakukan oleh Lina dan teman-temannya. Desa yang dulu sepi dan mulai tercemar, kini menjadi model percontohan. Sebuah desa kecil yang memulai perubahan dari langkah kecil, kini menginspirasi banyak orang di sekitarnya.

Pak Rahman, yang dulu pesimis, kini berdiri di hadapan warga desa dalam sebuah pertemuan dan berkata, "Terkadang, perubahan besar datang dari suara kecil yang berani memulai. Lina telah mengajarkan kita bahwa setiap langkah kecil dapat membawa perubahan besar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun