Di pinggiran desa terpencil, berdiri sebuah rumah tua yang besar, kosong dan terlupakan oleh waktu. Rumah itu sudah lama ditinggalkan, tidak ada yang tahu pasti mengapa penghuninya pergi begitu saja. Namun, cerita tentang rumah itu selalu berbisik di antara penduduk setempat, menanamkan rasa takut dalam benak mereka yang cukup berani mendekat.
Dulu, rumah itu milik keluarga kaya, keluarga Hartawan. Mereka hidup bahagia selama bertahun-tahun, sampai suatu malam semua berubah. Tetangga yang tinggal tidak jauh dari sana mengaku mendengar jeritan dan suara benturan keras dari dalam rumah. Keesokan harinya, rumah itu sunyi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Keluarga Hartawan menghilang tanpa jejak, meninggalkan semua barang-barang mereka seolah mereka kabur terburu-buru.
Sejak saat itu, tak seorang pun berani masuk ke dalam. Orang-orang yang pernah mencoba, mengaku merasakan ada yang mengawasi dari balik jendela. Pada malam-malam tertentu, mereka mendengar suara langkah kaki di lantai atas, meskipun tak ada orang di dalam. Lampu di ruang tamu terkadang menyala sendiri, menerangi jendela yang sudah lama berdebu. Warga desa percaya, rumah itu menyimpan rahasia gelap, sesuatu yang berbahaya.
Satu malam, seorang remaja bernama Rian, yang penasaran dengan semua cerita tentang rumah kosong itu, memutuskan untuk membuktikan bahwa itu hanya cerita bohong. Bersama dua temannya, mereka datang ke rumah itu saat malam mulai merambat dingin. Mereka membawa senter dan kamera untuk merekam pengalaman mereka. Ketiganya berjalan melewati gerbang yang berkarat, dan daun pintu kayu yang lapuk mengerang saat mereka mendorongnya terbuka.
Di dalam, udara terasa berat, pengap, dan dingin. Debu menutupi segala sesuatu, dari lantai hingga perabotan yang tertinggal. Ruang tamu luas dengan kursi-kursi antik yang tampak tak pernah disentuh sejak bertahun-tahun. Satu-satunya suara hanyalah derit lantai kayu di bawah kaki mereka.
Mereka naik ke lantai dua, dimana mereka pernah mendengar cerita tentang suara langkah kaki misterius. Tangga berderit di setiap langkah. Koridor di atas panjang, dengan pintu-pintu kamar di kedua sisinya. Rian membuka pintu pertama, sebuah kamar tidur dengan jendela besar. Cahaya bulan menembus tirai yang robek, memberi bayangan aneh di lantai.
Saat mereka beralih ke kamar berikutnya, mereka mendengar suara berdesir---seperti ada sesuatu yang bergerak. Mereka membeku. "Itu angin," bisik salah satu temannya, meski tak ada jendela yang terbuka.
Saat mereka mendekati kamar terakhir di ujung koridor, suasana semakin tegang. Pintu kamar itu sedikit terbuka, dan saat Rian mendorongnya lebih lebar, mereka disambut oleh pemandangan yang membuat bulu kuduk mereka meremang. Di tengah kamar, sebuah kursi goyang yang tampaknya belum lama diduduki, meskipun tertutup debu. Di lantai, jejak kaki samar, seperti baru saja ada seseorang berjalan di atas debu itu.
Seketika, udara menjadi dingin. Suara langkah kaki mulai terdengar dari belakang mereka, semakin mendekat. Temannya berteriak dan berlari ke arah tangga, namun saat mereka hampir mencapai pintu keluar, pintu utama tertutup sendiri dengan dentuman keras. Mereka terperangkap.
Rian berusaha membuka pintu, namun tidak berhasil. Saat itulah, mereka melihat sesuatu di ujung ruangan. Sesosok bayangan tinggi berdiri diam, menatap mereka dengan mata kosong. Sosok itu perlahan mendekat, langkahnya berat, setiap langkah membuat lantai berderit semakin keras. Dengan panik, mereka mencoba melarikan diri ke arah jendela, namun bayangan itu terus mengikuti, semakin dekat. Mereka bisa merasakan dinginnya napas sosok itu di belakang mereka.
Dalam detik-detik terakhir, ketika mereka hampir kehilangan harapan, pintu depan tiba-tiba terbuka. Mereka segera berlari keluar tanpa menoleh ke belakang, mendengar pintu tertutup dengan suara keras di belakang mereka. Mereka tidak berhenti berlari sampai mereka jauh dari rumah itu.
Sejak malam itu, Rian dan teman-temannya tidak pernah kembali. Mereka meninggalkan desa tanpa banyak bicara, namun rumor yang beredar semakin liar. Rumah tua itu kini benar-benar ditinggalkan, tak seorang pun berani mendekat lagi. Ada bisikan bahwa mereka yang masuk ke dalam tidak akan pernah benar-benar bebas. Penghuni terakhir masih ada di sana, mengawasi, menunggu korban berikutnya yang cukup bodoh untuk melanggar batasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H