Chapter 4: Perjuangan Cinta
Ryan Melawan Segala Rintangan
Sejak kepergian Lia, Ryan merasa hidupnya tak lagi sama. Meskipun ia masih menjalankan bisnisnya seperti biasa, ada kekosongan yang menggelayuti hatinya. Tak satu pun pencapaian bisnisnya bisa menggantikan perasaan kehilangan yang dirasakannya. Lia telah menghilang dari kehidupannya, dan bagi Ryan, itu adalah sesuatu yang lebih berat dari apapun. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan Lia kembali adalah dengan membuktikan bahwa cintanya tulus---bahwa ia mencintai Lia bukan karena status atau keadaannya, tetapi karena siapa Lia sebenarnya.
- - -
Setelah mengetahui bahwa tuduhan terhadap Lia merupakan hasil manipulasi Michelle, Ryan memutuskan untuk bertindak cepat. Namun, ia tidak bisa gegabah. Michelle adalah salah satu staf senior yang telah bekerja lama di perusahaan, dan ia memiliki hubungan baik dengan banyak orang di sana. Jika Ryan tidak bertindak hati-hati, masalah ini bisa mencoreng reputasi perusahaan yang selama ini ia bangun.
Ryan mulai dengan memeriksa kembali semua laporan yang diduga telah dimanipulasi. Ia melibatkan tim audit independen untuk memeriksa laporan-laporan tersebut, mencari tahu dari mana kesalahan bermula dan siapa yang paling diuntungkan dari kekacauan itu. Sedikit demi sedikit, bukti mulai mengarah pada Michelle. Selain itu, Ryan juga meminta bantuan dari beberapa staf di toko yang menyaksikan bagaimana Michelle sering menekan Lia secara tidak langsung, menuduhnya membuat kesalahan yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan.
Dalam beberapa minggu, Ryan berhasil mengumpulkan cukup bukti. Sebelum mengungkap semuanya kepada dewan direksi, ia memutuskan untuk menghadapkan Michelle secara langsung.
- - -
Di pagi hari yang tenang, Ryan memanggil Michelle ke kantornya. Michelle masuk dengan senyum percaya diri yang biasa ia tunjukkan. Ia berpikir, seperti biasa, bahwa Ryan memanggilnya untuk membahas strategi perusahaan atau mungkin proyek baru. Namun, Michelle tidak tahu bahwa kali ini, topik pembicaraan akan sangat berbeda.
"Michelle, terima kasih sudah datang," kata Ryan, sambil tetap duduk di kursinya. Suaranya tenang, tetapi ada ketegasan yang tak biasa dalam intonasinya. Michelle duduk di depan meja Ryan, tanpa sedikit pun merasa cemas.
"Selalu siap membantu, Ryan. Ada sesuatu yang ingin dibahas?" jawab Michelle dengan senyum kecil.
Ryan menarik napas dalam sebelum melanjutkan, "Sebenarnya, ada sesuatu yang serius yang perlu kita bicarakan. Ini terkait laporan administrasi di salah satu toko kita. Lebih tepatnya, laporan yang melibatkan Lia."
Senyum Michelle perlahan memudar, meskipun ia berusaha tetap tenang. "Oh, itu. Aku ingat. Lia memang sering membuat kesalahan, dan aku harus bertindak tegas. Itu semua untuk kebaikan perusahaan, Ryan."
Ryan memandang Michelle dengan tatapan yang tajam. "Aku mengerti. Tapi setelah aku menyelidiki lebih jauh, ada sesuatu yang tidak sesuai. Aku menemukan bukti bahwa kesalahan yang dituduhkan pada Lia sebenarnya adalah hasil manipulasi. Laporan-laporan itu sengaja dipalsukan. Dan setelah menyelidiki lebih dalam, semua bukti mengarah padamu, Michelle."
Michelle terdiam, wajahnya mulai memucat. "Aku... Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Ryan. Aku hanya menjalankan tugas..."
"Tugasmu?" Ryan memotong dengan nada lebih tajam. "Atau manipulasi untuk menjebak seseorang yang kau anggap sebagai ancaman? Aku tahu kau menyabotase Lia. Kau menggunakan posisimu untuk menghancurkan pekerjaannya, dan itu bukanlah sesuatu yang bisa aku toleransi."
Michelle mulai kehilangan kata-kata. Kepanikan terlihat jelas di wajahnya saat ia mencoba mencari alasan, tetapi semua usahanya sia-sia. Ryan telah menemukan kebenaran, dan tidak ada jalan keluar.
"Aku akan memberitahu dewan direksi tentang ini, dan kau akan bertanggung jawab atas tindakanmu," lanjut Ryan dengan nada dingin. "Kau dipecat dari perusahaan ini, efektif segera. Kami akan menyerahkan bukti-bukti yang kami temukan kepada pihak berwenang, dan mereka akan menindaklanjuti semua pelanggaran yang telah kau lakukan."
Michelle, yang biasanya penuh percaya diri, hanya bisa terdiam. Ia tahu tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Dalam keheningan yang berat, Michelle meninggalkan kantor Ryan, mengetahui bahwa semua yang telah ia bangun selama bertahun-tahun hancur dalam sekejap.
- - -
Setelah Michelle dikeluarkan dari perusahaan, Ryan langsung mengadakan pertemuan dengan manajemen dan staf senior untuk mengklarifikasi situasi. Ia secara terbuka menjelaskan bahwa semua tuduhan terhadap Lia tidak berdasar dan merupakan hasil manipulasi Michelle. Semua laporan yang merusak reputasi Lia dibatalkan, dan nama baiknya dipulihkan secara resmi di hadapan seluruh perusahaan.
Namun, meskipun nama Lia telah dibersihkan, Ryan tahu bahwa masalah yang lebih besar masih ada. Lia sudah meninggalkan perusahaan, dan lebih dari itu, ia meninggalkan Ryan. Baginya, itu adalah kekalahan terbesar.
- - -
Sementara itu, Lia menjalani hari-harinya dengan berat. Setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya, ia memilih untuk fokus merawat adiknya dan mencari pekerjaan baru. Namun, setiap hari, pikirannya selalu kembali pada Ryan. Ia berusaha keras untuk meyakinkan dirinya bahwa keputusannya untuk pergi adalah yang terbaik, bahwa perbedaan dunia mereka terlalu besar untuk diatasi. Tapi perasaannya kepada Ryan tidak semudah itu dihapus.
Ketika akhirnya Lia mendengar kabar bahwa Michelle telah dipecat dan bahwa namanya telah dibersihkan, ia merasakan kelegaan. Tetapi bersamaan dengan itu, hatinya juga kembali gelisah. Ryan telah berjuang untuk membela namanya, tetapi apakah itu cukup untuk memperbaiki semua keretakan yang ada?
- - -
Bagi Ryan, membersihkan nama Lia hanyalah langkah awal. Ia tahu bahwa Lia telah terluka oleh kebohongan yang ia sembunyikan, tentang identitasnya sebagai pemilik toko. Ryan menyadari bahwa Lia merasa kecil di hadapannya, merasa tidak pantas untuk berada di sisinya. Tapi Ryan ingin membuktikan bahwa cinta mereka bisa melampaui segala perbedaan.
Suatu malam, Ryan memutuskan untuk menghubungi Lia secara langsung. Ia mengirim pesan singkat, meminta kesempatan untuk bicara. Namun, Lia tidak merespons. Hari demi hari berlalu tanpa jawaban, tetapi Ryan tidak menyerah. Ia tahu ia harus bertindak lebih dari sekadar pesan teks.
Akhirnya, Ryan memutuskan untuk datang langsung ke apartemen Lia. Ia berdiri di depan pintu, ragu sejenak sebelum mengetuk. Saat pintu terbuka, Ryan melihat Lia berdiri di sana, terkejut melihatnya. Wajah Lia menunjukkan campuran antara keterkejutan, kebingungan, dan sedikit perasaan yang masih tersisa.
"Lia," Ryan mulai dengan suara rendah, "aku tahu kau tidak ingin bertemu denganku, tapi aku harus mengatakan ini. Aku harus memperbaiki semuanya."
Lia terdiam, tidak mengundang Ryan masuk, tetapi juga tidak menutup pintu. Ryan melanjutkan, "Aku tahu aku salah karena menyembunyikan siapa aku sebenarnya. Tapi aku melakukan itu bukan untuk menipumu. Aku hanya ingin kau melihatku sebagai Ryan, bukan sebagai pemilik perusahaan. Aku mencintaimu, Lia. Aku mencintaimu lebih dari apapun."
Air mata mulai menggenang di mata Lia, tetapi ia masih ragu. "Kau mungkin mencintaiku, Ryan, tapi bagaimana dengan perbedaan dunia kita? Kau punya segalanya, dan aku... Aku hanya seorang karyawan biasa. Aku tidak bisa hidup di duniamu."
Ryan mendekat, mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Lia. "Itu bukan soal siapa punya apa. Aku tidak peduli tentang perbedaan dunia kita. Yang penting bagiku adalah kita. Kita bisa mengatasi ini bersama-sama, Lia. Aku hanya ingin kau memberiku kesempatan untuk membuktikannya."
Dalam keheningan malam itu, Lia akhirnya mengizinkan hatinya terbuka sedikit lagi. Di dalam dirinya, ia tahu bahwa perasaannya terhadap Ryan tidak bisa diabaikan. Tapi apakah mereka benar-benar bisa mengatasi semua rintangan yang ada di depan mereka?
Ryan, dengan tatapan penuh harap, menunggu jawaban Lia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H