Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Malam Mencekam di Hutan Sawit

2 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 2 Oktober 2024   19:10 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai perantau dari Jawa, aku datang ke Kalimantan untuk bekerja di sebuah perkebunan sawit yang letaknya cukup terpencil, jauh dari keramaian. Hidup di tengah hutan sawit bukanlah hal yang mudah. Kami tinggal di barak-barak kayu sederhana, dan jarak antar barak cukup jauh, membuat suasana malam seringkali mencekam. Meski aku sudah terbiasa dengan cerita mistis dari kampung halaman, apa yang kutemui di Kalimantan sungguh berbeda—lebih nyata dan menakutkan.

Suatu malam, setelah seharian bekerja keras, aku dan beberapa teman pekerja berkumpul di depan barak, menikmati angin malam yang sejuk. Saat itu, salah satu teman bercerita tentang kunyang—makhluk gaib yang katanya adalah perwujudan dari wanita yang belajar ilmu hitam untuk mencapai keabadian. Mereka mencari mangsa, terutama wanita hamil atau orang-orang yang lengah. Kunyang memiliki tubuh yang terpisah, di mana hanya bagian kepala dan organ dalamnya yang terbang mencari mangsa, sementara tubuhnya ditinggalkan di suatu tempat.

Aku tertawa saat mendengar cerita itu, menganggapnya hanya mitos. Tapi, malam itu aku mendapat pelajaran yang sangat berharga.

Ketika malam semakin larut, aku memutuskan untuk tidur lebih awal karena kelelahan. Kawan-kawanku masih duduk di luar barak, tertawa dan bercanda. Aku baru saja berbaring ketika tiba-tiba terdengar suara gemerisik di luar jendela kamarku. Awalnya aku berpikir itu hanya angin atau suara binatang liar, tapi suara itu semakin lama semakin mendekat, seperti ada sesuatu yang merayap di dinding barak.

Rasa penasaran membuatku bangkit dari tempat tidur dan mengintip dari balik jendela. Di situlah aku melihatnya. Tepat di bawah sinar bulan samar, melayang di udara, sebuah kepala dengan rambut panjang terurai. Matanya merah menyala, mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan gigi-gigi tajam dan lidah yang menjulur panjang. Yang membuatku mual adalah organ-organ dalam yang terayun di bawah kepalanya, seperti usus yang masih berdarah.

Itu adalah kunyang.

Tubuhku membeku. Aku tak bisa bergerak, tak bisa berteriak. Makhluk itu melayang perlahan, seolah-olah sedang mencari sesuatu, lalu berhenti tepat di depan jendela kamarku. Matanya yang merah menatapku langsung, membuat darahku berdesir kencang. Aku merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhku, seakan-akan seluruh energi di dalam diriku tersedot keluar.

Dalam sekejap, kunyang itu mulai mendekati jendela. Aku panik, menarik tirai dan berlari ke luar kamar, napasku tersengal-sengal. Di luar, teman-temanku yang tadi masih tertawa-tawa kini berdiri dengan wajah pucat pasi. Mereka juga mendengar suara aneh dari arah barakku. Salah seorang dari mereka menggumamkan doa, dan yang lain memerintahkan kami semua untuk tetap diam dan masuk ke dalam barak bersama.

Malam itu, kami berdesakan di dalam barak, menunggu hingga suara aneh itu perlahan-lahan menghilang. Tidak ada yang berani tidur, dan kami tetap berjaga sampai fajar mulai menyingsing.

Keesokan paginya, kami menemukan tanda-tanda aneh di sekitar barak: bekas darah yang mengering di tanah dan jejak kaki samar yang bukan milik siapa pun dari kami. Warga setempat memperingatkan kami untuk berhati-hati di malam hari, terutama ketika suasana hutan mulai terasa "berbeda." Mereka percaya bahwa kunyang sering datang mencari korban di malam yang sepi, terutama di area perkebunan yang jauh dari peradaban.

Sejak saat itu, aku tak pernah lagi meremehkan cerita-cerita mistis tentang kunyang. Hutan Kalimantan, dengan segala keindahannya, menyimpan kegelapan yang tak kasatmata. Aku selalu berhati-hati, terutama saat malam tiba, karena aku tahu, ada sesuatu yang mengintai di balik kegelapan, siap mencari mangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun