Aku tidak pernah percaya pada cerita-cerita horor, sampai suatu malam aku mengalami sendiri hal yang mengubah pandanganku selamanya.
Ceritanya bermula ketika aku dan tiga temanku---Indra, Wina, dan Yudi---memutuskan untuk berkemah di sebuah desa kecil di pinggiran kota. Salah satu dari kami mendengar tentang sebuah rumah tua yang konon berhantu di desa itu, dan tentu saja, rasa penasaran kami langsung terpancing. Rumah itu sudah lama ditinggalkan, katanya dulunya milik seorang keluarga yang meninggal secara misterius. Desas-desus tentang rumah itu sudah lama beredar di desa.
Karena terlalu sering mendengar cerita seram, kami sepakat untuk membuktikan sendiri apakah rumah itu benar-benar berhantu. Malam itu, setelah makan malam, kami mendatangi rumah tua itu. Ketika kami tiba, rumah tersebut memang tampak menyeramkan. Jendelanya pecah, pintu depannya berderit, dan cat di dindingnya sudah mengelupas. Namun, tidak ada yang lebih menyeramkan dari suasana sunyi dan sepi di sekitar rumah itu.
"Kalian yakin mau masuk?" tanya Wina dengan nada ragu.
"Tentu saja, bukankah kita datang untuk membuktikan?" jawab Indra dengan tawa kecil. Aku sendiri merasa sedikit gugup, tetapi tidak ingin terlihat takut di depan teman-teman.
Kami membuka pintu rumah yang berderit keras, seakan tidak pernah dibuka selama bertahun-tahun. Begitu masuk, udara dingin yang aneh langsung menyergap, membuat bulu kuduk kami meremang. Ruang tamu penuh dengan perabotan berdebu, tirai robek, dan beberapa potret tua yang masih tergantung di dinding. Kami menyalakan senter dan mulai menjelajah.
"Ini hanya rumah tua biasa," kata Yudi. "Tidak ada yang aneh."
Namun, tak lama setelah itu, kami mendengar suara berderak dari lantai atas. Kami berhenti sejenak, saling berpandangan, dan memutuskan untuk mengecek. Dengan hati-hati, kami menaiki tangga kayu yang usang. Suara derak semakin keras.
Saat sampai di lantai dua, kami melihat sesuatu yang membuat darahku berhenti mengalir. Di ujung lorong, ada sebuah pintu terbuka sedikit, dan dari celah itu, aku melihat bayangan bergerak.
"Siapa itu?" teriak Indra dengan suara bergetar. Tidak ada jawaban. Kami berjalan mendekat. Saat kami mendorong pintu itu perlahan, ruangan di dalamnya kosong, hanya sebuah cermin besar berdiri di sudut ruangan. Tapi... anehnya, di cermin itu, ada bayangan seseorang berdiri tepat di belakang kami.