Logikanya juga gak masuk akal. Kalau kritik harus bersyarat lebih baik, maka kira-kira begini logikanya:
Masa iya, kita harus jago bikin rendang dulu kalau mau bilang rendangnya Pak Saripno gak enak?
Istilah kritik yang membangun juga bagi saya adalah persoalan yang mesti diperbincangkan lebih jeruh. Kritik yang membangun awalnya populer pada orde baru. Istilahnya jelas politis. Digaungkannya istilah itu adalah upaya untuk membuktikan bahwa rezim tidak anti kritik.
Pertanyaannya, memangnya ada kritik yang membangun?
Istilah itu bagi saya cuma halus-halusan saja. Istilah untuk mengurangi sakit hati dan anggapan personal. Supaya antara yang dikritik dan yang mengkritik tidak bermusuhan---yang bagi saya sangat aneh. Kalau kita merujuk pada definisinya yang paling sederhana, kritik bahkan menurut KBBI sangat jauh dari istilah bangkit, tumbuh, atau membangun. Itulah juga mengapa saya sependapat dengan Daniel Dhakidae. Menurut Daniel, kritik memang harus tajam dan menghujam. Kalau yang dikritik sakit hati, ya memang begitulah sifat kritik. Menjalar sampai ke akar. Menguliti sampai ke luar.
Daniel cukup keras mengatakan bahwa kritik tidak seharusnya dan memang tidak perlu digabung-gabungkan dengan membangun. Karena itu bertolak belakang. Mirip dengan bagaimana kita mengatakan malam yang siang. Hitam yang putih. Dan sebagainya, dan sebagainya.
Dalam konteks tertentu yang berkaitan dengan pemangku kebijakan, pengkritik tidak perlu repot mencari-cari solusi. Karena itu sudah konsekuensi logis pemangku kebijakan. Kalau hendak membantu. Maka cara paling bijak bagi saya adalah melalui kritik.
Makanya, ketimbang menggunakan istilah "Kritik yang Membangun", Daniel lebih memilih menggunakan istilah "Membangun dengan Kritik".
Karena dengan kritik, maka yang akan diperbaiki adalah bukan orang sebagai individu biasa. Tapi, orang dalam kapasitasnya sebagai pemangku kebijakan. Oleh karenanya, seharusnya ketika kritik berjalan, maka ia dapat dengan mudah dan lapang diterima.
Akhir kata, harus saya sampaikan bahwa anda boleh setuju dan juga boleh tidak setuju dengan tulisan ini. Tetapi, sebagai penutup, akan saya berikan satu buah pertanyaan refleksi lagi. Untuk saya secara pribadi, dan untuk anda sebagai pembaca:
Jadi, memangnya sejak kapan kritik harus membangun?