Mohon tunggu...
Brilliant Dwi I
Brilliant Dwi I Mohon Tunggu... Freelancer - Memuat Opini yang

Mahasiswa Pendidikan UIN Jakarta | Acap membuat komik di Instagram @sampahmasyarakart | Sedang Belajar Menulis | #SalamAlinea

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejak Kapan Kritik Harus Membangun?

15 Juli 2020   13:01 Diperbarui: 15 Juli 2020   13:13 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Logikanya juga gak masuk akal. Kalau kritik harus bersyarat lebih baik, maka kira-kira begini logikanya:

Masa iya, kita harus jago bikin rendang dulu kalau mau bilang rendangnya Pak Saripno gak enak?

Istilah kritik yang membangun juga bagi saya adalah persoalan yang mesti diperbincangkan lebih jeruh. Kritik yang membangun awalnya populer pada orde baru. Istilahnya jelas politis. Digaungkannya istilah itu adalah upaya untuk membuktikan bahwa rezim tidak anti kritik.

Pertanyaannya, memangnya ada kritik yang membangun?

Istilah itu bagi saya cuma halus-halusan saja. Istilah untuk mengurangi sakit hati dan anggapan personal. Supaya antara yang dikritik dan yang mengkritik tidak bermusuhan---yang bagi saya sangat aneh. Kalau kita merujuk pada definisinya yang paling sederhana, kritik bahkan menurut KBBI sangat jauh dari istilah bangkit, tumbuh, atau membangun. Itulah juga mengapa saya sependapat dengan Daniel Dhakidae. Menurut Daniel, kritik memang harus tajam dan menghujam. Kalau yang dikritik sakit hati, ya memang begitulah sifat kritik. Menjalar sampai ke akar. Menguliti sampai ke luar.

Daniel cukup keras mengatakan bahwa kritik tidak seharusnya dan memang tidak perlu digabung-gabungkan dengan membangun. Karena itu bertolak belakang. Mirip dengan bagaimana kita mengatakan malam yang siang. Hitam yang putih. Dan sebagainya, dan sebagainya.

Dalam konteks tertentu yang berkaitan dengan pemangku kebijakan, pengkritik tidak perlu repot mencari-cari solusi. Karena itu sudah konsekuensi logis pemangku kebijakan. Kalau hendak membantu. Maka cara paling bijak bagi saya adalah melalui kritik.

Makanya, ketimbang menggunakan istilah "Kritik yang Membangun", Daniel lebih memilih menggunakan istilah "Membangun dengan Kritik".

Karena dengan kritik, maka yang akan diperbaiki adalah bukan orang sebagai individu biasa. Tapi, orang dalam kapasitasnya sebagai pemangku kebijakan. Oleh karenanya, seharusnya ketika kritik berjalan, maka ia dapat dengan mudah dan lapang diterima.

Akhir kata, harus saya sampaikan bahwa anda boleh setuju dan juga boleh tidak setuju dengan tulisan ini. Tetapi, sebagai penutup, akan saya berikan satu buah pertanyaan refleksi lagi. Untuk saya secara pribadi, dan untuk anda sebagai pembaca:


Jadi, memangnya sejak kapan kritik harus membangun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun