Pada dasarnya, sebetulnya sekolah sudah memberikan wadah sedemikian rupa agar siswa dapat mengembangkan soft skill dan hardskillnya. Namun, juga perlu diingat bahwa pada pelaksaannya hari ini tidak semua sekolah memiliki perangkat, sumber daya, dan fasilitas yang lengkap untuk menunjang hal tesebut. Oleh karenanya, untuk membangun 2 kemampuan tadi (softskill dan hardskill) diperlukan koordinasi antara pihak sekolah, pemerintah, dan orangtua. Ketiganya harus berjalan beriringan, harus dialogis, dan komunikatif.Â
Pemerintah dalam hal ini harus mau dan mampu untuk menyiapkan bantuan secara komprehensif dan merata bagi sekolah-sekolah. Pemetaan dan penyaluran minat dan bakat siswa juga perlu dilakukan baik oleh sekolah maupun orang tua. Dorongan dan motivasi oleh orang tua lah yang kemudian akan menentukan bagaimana siswa tersebut dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Softskill dan hardskill tidak tumbuh dengan sendirinya, diperlukan waktu dan kerjasama banyak pihak untuk dapat memupuk hal tersebut pada siswa.Â
Oleh karenanya, poin daripada dibuatnya tulisan ini adalah bahwa lagi-lagi sekolah bukanlah satu-satunya hal yang menghambat perkembangan siswa. Kopi susu yang nikmat, terdiri atas kombinasi yang pas dari gula, kopi, dan susu. Begitupun dengan siswa. Siswa yang hebat dan terampil lahir dari koordinasi yang baik antara sekolah, orang tua, dan pemerintah.Â
Sah-sah saja bagi kita untuk mengatakan bahwa sekolah lah yang menghambat perkembangan siswa. Tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, jangan-jangan orang tua yang berperan sebagai orang dewasa lah yang menghambat perkembangan itu sendiri?
Mengakhiri tulisan ini,
#SalamAlinea
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H