"Ma, bintang itu jauh ya?" tanya Bimo, putra tunggalku. Saat itu kami sengaja berbaring di hamparan rumput samping rumah sambil menikmati keindahan malam yang bertabur bintang kelap-kelip.
"Iya, Sayang. Bintang itu berada ribuan mil kilometer dari bumi," jawabku seraya mengelus-elus rambut halus terawatnya. Bimo pun memandang ke arahku.
"Kalo jauh, kok bisa keliatan dari bumi sini, Ma?"
"Itulah kekuasaan Allah, Sayang. Dari jarak ribuan mil itu, kita masih diberi kesempatan untuk bisa melihat benda langit seperti bulan dan bintang."Â
Aku tersenyum membayangkan terbang ke langit bersama bintang kecilku, mengelilingi bintang-bintang yang tampak indah dilihat dari bumi.
"Bimo bisa meraih bintang gak ya, Ma?" Pertanyaan sederhana Bimo menyadarkanku. Kemudian kupalingkan wajah menatap jagoan cilikku itu.
"Tentu bisa dong. Ayo, sekarang Bimo tunjuk satu bintang. Fokuslah selalu pada apa yang ingin kamu raih. Seperti... oya, Bimo suka matematika kan? Panjatkan doa kepada Allah, semoga Bimo bisa meraih bintang lewat matematika, pelajaran favoritnya Bimo."
Seolah paham dengan yang kuucapkan, pemuda berusia enam tahun itu pun kemudian memelukku erat seraya berkata, "Mama kok pinter sih. Oke, Ma. Bimo akan berdoa semoga kelak Bimo menjadi ahli matematika dan bisa menjuarai olimpiade internasional matematika."
"Aamiin."
Hanya itu yang bisa kulakukan untuk memberikan dukungan kepada bintang kecilku ini.