Akhirnya, pasca buka puasa dan sholat Maghrib berjamaah, sidang itu pun dimulai.
"Ayo, Alya, cerita. Ada apa dengan rumah ini? Apa benar rumah ini berhantu seperti yang diungkapkan teman-teman tadi?" Azril, Sang Ketua, membuka sidang malam ini dengan terdakwa Alya--Sang Pemilik Rumah.
Alya yang tersudut hanya mampu tertunduk. Menghela napas panjang sebelum akhirnya buka suara. "Kan aku udah berulang kali menolak, tapi kalian tetap aja pengen acara bukber diadakan di sini. Ya udah, trus aku harus gimana lagi coba?"
"Ya, bilang kek kalo rumah ini berhantu?" Lidya yang kesal--dua kali dikerjai 'penghuni rumah ini', berkomentar sengit.
"Catat, ya! Rumah ini bukan berhantu, cuma berpenghuni. Dari zaman ortuku masih tinggal di sini juga udah begitu. Tapi mereka sama sekali tak pernah ganggu. Kalo sedikit iseng, iya, aku akui itu. Tapi nggak sampe bikin kalian jejeritan karena mereka menampakkan diri, kan?" Alya membela diri. Ia tak terima rumah orangtuanya dibilang berhantu.
"Oh, pantesan. Waktu aku tidur tadi, ada yang kitik-kitik kaki dan pinggangku. Kupikir itu Bang Fikar, ternyata...."
Zulfikar malah melotot ke arah Yandri.
"Udah, udah. Yang penting semua udah jelas. Mereka hanya ingin berkenalan sama kita, bukan mengganggu. Sekarang para cewek, masih mau nginap di sini atau pulang ke kosan masing-masing bareng kami?" Azril menutup sidang seraya menatap ke arah Lidya, Yunita dan Nurul. Dan ketiga cewek itu pun serentak menggeleng, sehingga Alya pun hanya bisa pasrah di pojokan.
***
P.S. Ini kejadian sepuluh tahun silam.
Keterangan: