"Oya. Aira mau Mama bikinin kue lidah kucing juga?"
Mata Aira kembali berbinar. "Mau, Ma," ujarnya sambil mengangguk mantap.
"Ya, udah. Kalo gitu sekarang Aira bobo. Nanti saat sahur, setoples lidah kucing buat Aira pasti udah tersedia di meja makan," janji Mama sambil memasukkan tiga loyang yang telah tercetak adonan lidah kucing ke dalam oven panggang yang masih menyala.
"Kalo Aira memilih temenin Mama di sini gimana?" Aira mengajukan opsi pilihan.
"Ya, nggak jadi Mama bikinin...." jawab Mama dengan santainya.
Aira pun bingung. Satu sisi ia kasihan melihat Mama harus bekerja seorang diri di pagi buta seperti ini. Tapi di sini lain, kegemarannya pada kue lidah kucing benar-benar tak bisa dicegah. Dengan berat hati akhirnya Aira memilih kembali ke kamarnya sambil tak lupa memberikan kecupan lembut di pipi mamanya.
"Aira tidur dulu ya, Ma."
***
Alarm hape Aira berbunyi tiga kali. Dan itu berarti waktunya bangun sahur. Segera ia keluar kamar menuju dapur. Eh, tapi kok dapur tampak gelap? Ah, mungkin Mama ketiduran saking capeknya memenuhi orderan kue lebaran.
Akhirnya, Aira membelokkan langkahnya menuju kamar Sang Mama. Dibukanya engsel pintu kamar mamanya yang tak pernah terkunci. Kemudian dinyalakannya lampu kamar dan tampaklah olehnya Mama yang masih tergolek di atas tempat tidur.
Aira pun mendekati mamanya seraya berbisik, "Mama, bangun sahur dulu, yuk."