Alin You, Peserta No.20
Â
"Kang, untuk munggahan besok kita bikin ayam panggang aja, ya?" ujar Rahma, istriku, sambil matanya tetap terpaku pada coret-coretan di atas kertas dan tangannya pun sibuk memencet-mencet tombol kalkulator.
Aku yang sedang asyik membaca koran segera menghentikan kegiatanku dan menatap ke arahnya. "Lho, memangnya kenapa, Dek? Kan biasanya juga kita bikin rendang buat munggahan 1)? Lagian, baru dua hari yang lalu Akang kasih gaji Akang ke Adek, masa udah habis aja?"
"Ya, Akang. Tahun ini bukannya giliran rumah kita yang didatangi keluarga Akang buat acara munggahan?"
"Lha, terus?"
Terdengar helaan napas Rahma. Kemudian ia balik balas menatapku. "Akang baru baca koran, kan? Baca nggak tentang harga daging sapi yang gila-gilaan?" Nada suara Rahma terdengar sewot.
Oke, aku paham sekarang. Jadi gara-gara harga daging meroket, Rahma batal menyuguhi rendang buat acara munggahan besok? Padahal semua keluarga besarku tahu, rendang buatan Rahma itu memang tiada duanya. Jadi wajar saja kalau itulah menu andalan yang mereka request. Selain itu, Rahma yang keturunan Padang asli memang terkenal jago dalam membuat aneka masakan Minang, termasuk rendang.
"Memang di pasar, harga daging berapa, Dek?" tanyaku lagi, setelah hening membelenggu kami berdua untuk beberapa saat.
"Seratus tiga puluh ribu rupiah. Itu juga belum termasuk harga kelapa parut serta bumbu-bumbu lainnya. Jadi, Akang bayangkan aja sendiri, berapa total pengeluarannya semua? Ingat, Kang. Ini baru awal bulan. Ramadhan baru lusa. Gaji Akang juga nggak gede-gede amat kan? Jadi--"
"Stop, stop! Akang paham semua," potongku segera.