Mohon tunggu...
Muhammad Ali Muzni
Muhammad Ali Muzni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Hobi bermain basket

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Negara Kaya Namun Minim Literasi

26 September 2022   10:38 Diperbarui: 26 September 2022   11:04 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan  :

  • Kedudukan Indonesia yang rendah dalam hal literasi.
  • Orang Indonesia, membaca, dan menulis
  • pola pikir orang Indonesia tentang membaca dan menulis
  • pendapat saya tentang pola pikir mereka
  • Contoh rendahnya literasi di Indonesia
  • berdasarkan data faktual
  • berdasarkan pengalaman sehari-hari yang dapat dijumpai secara bebas

Penyelesaian    :

  • Penanaman gemar membaca sejak dini.
  • Dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar.
  • Pembiasaan berliterasi di mana pun

Link sumber    :

Indonesia, negara kaya namun miskin literasi

Indonesia merupakan sebuah negara indah dengan kekayaan sumber daya alam yang relatif tinggi, namun sayangnya negeri elok tersebut harus dihuni oleh manusia-manusia yang rendah dalam hal literasi. 

Pada survey yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia berada pada urutan ke-62 dari 70 negara dalam hal tingkat literasi, atau Indonesia berada pada 10 negara terbawah dengan tingkat literasi yang rendah

Literasi memang nampak sepele sekarang, karena berkat kecanggihan jaman kita dapat menjadi "pintar" hanya dengan sebuah benda kecil bernama handphone/ponsel pintar. Semua hal dapat kita ketahui dengan mudah berkat benda kecil tersebut, bahkan dalam ilmu yang cukup dalam pun dapat kita ketahui melalui ponsel pintar. 

Namun hal yang nampak sepele tersebut memberikan peran yang besar dalam perkembangan dan kemajuan suatu negara, karena literasi yang rendah dapat menjadikan bangsa tersebut memiliki daya saing yang rendah pula, begitu pun dengan indeks pembangunan sumber daya manusia (SDM)nya, income per kapitanya, hingga rendah dalam hal inovasinya. 

Semua hal-hal tersebut secara tidak langsung juga berpengaruh pada tingkat kebahagaiaan penduduk yang menempati negara tersebut.

Terdapat setidaknya 2 faktor utama yang dapat menjadi alasan rendahnya literasi yang terjadi di Indonesia. Faktor pertama yaitu minimnya sarana prasarana pendidikan. Infrastuktur pendidikan di Indonesia masih berada jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Singapura. 

Hal ini dapat dilihat dari jumlah perpustakaan sekolah yang baru memenuhi sekitar 61,45% dari total seluruh sekolah di Indonesia, masih belum tersebarnya buku-buku berkualitas ke seluruh penjuru Indonesia, akses internet yang tidak merata, dll. Faktor kedua yaitu rendahnya minat baca masyarakat. Hal ini dapat disebabkan karena minim atau bahkan tidak adanya penanaman pembiasaan berliterasi, yang dimana penanaman ini seharusnya dilakukan sejak dini. 

Minimnya minat baca masyarakat juga dapat disebabkan karena adanya pola pikir masyarakat yang berpikir bahwa membaca dan menulis itu adalah sebuah hobi, yang dimana sebuah hobi artinya tidak semua orang harus menyukai atau melakukan kegiataan itu, dengan kata lain membaca dan menulis itu bukanlah sebuah keharusan, namun sekedar hobi yang dilakukan oleh beberapa orang yang menyukainya.

Selain itu terdapat pula pola pikir masyarakat yang berkata bahwa membaca buku itu merupakan hal yang kuno, karena sekarang segala informasi dapat dicari dan diketahui dengan melalui alat-alat elektronik seperti laptop, handphone, dsb.  

Selain itu masyarakat lebih memilih handphone karena handphone lebih efisien waktu dalam hal proses pencarian informasi dan tempat dalam hal tempat penyimpanan bendanya. Lalu membaca buku dan mencari informasi dianggap menjemukan dibandingkan bermain handphone, karena melalui handphone mereka juga dapat melalukan hal lain selain mencari informasi, seperti membuka media sosial, melihat video yang dianggap menarik, dan juga bermain game.

Saya memiliki beberapa contoh dari rendahnya literasi yang terjadi di Indonesia. Pertama, banyaknya jumlah berita hoax di masyarakat, yang sangking banyaknya berita hoax itu hingga mengakibatkan setidaknya 30% sampai hampir 60% masyarakat Indonesia terpapar hoax saat membuka sosial media,  yang dimana dari angka yang relatif besar tersebut hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoax. 

Selebihnya ya anda sekalian tau semua apa yang terjadi, ditambah lagi dengan para mak-mak yang semakin "membumbui" berita hoax tersebut dari mulut ke mulut yang membuat berita hoax tersebut semakin panas dan tenar. Padahal berita hox tersebut dapat ditangkal melalui adanya literasi media pada diri sendiri.

Kedua, Indonesia merupakan negara yang "cerewet" di media sosial. Hal ini dapat dilihat dari Jakarta memiliki aktivitas kicauan dari akun Twitter yang paling padat melebihi Tokyo dan New York, dengan tercatat bahwa lebih dari 10 juta tweet per hari. Waw, impresif. 

Ke-cerewet-an ini tadi dituangkan dalam kata-kata yang sebneranya tidak terlalu perlu untuk dikeluarkan atau dituliskan, dan juga komentar-komentar nyeleneh yang terkadang tidak berhubungan sama sekali dengan konten yang diberikan.

Lalu untuk yang ketiga saya mengambil dari sekitar saya. Saya sebagai pelajar tentunya mendapatkan tugas yang dimana tugas tersebut pasti memiliki deadlinenya masing-masing. Contoh dari rendahnya literasi terletak pada beberapa anak yang terkadang masih menanyakan kapan deadline tugas? Apakah tugas yang harus dikerjakan? Yang mana saja yang harus dikerjakan? 

Padahal jelas-jelas keterangan-keteragan itu tertera jelas pada beranda tempat pemberian tugas. Inilah contoh nyata dari pentingnya membaca dan memahami bacaan.

Untuk mengatasi fenomena rendahnya literasi di Indonesia ini dapat dengan penanaman rasa gemar membaca sejak dini, pengubahan pola pikir bahwa berliterasi itu bukanlah kuno melainkan keren dan unik, dan juga mencari lingkungan baru yang dirasa dapat mendukung dalam berliterasi jikalau sekiranya lingkungan yang lama dirasa sudah sangat tidak bias membantu dalam proses berkembangnya literasi dalam diri kita.

Sekian dari saya, terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun