Isra' Mi'raj dalam Gelapnya Zaman

Tujuh tahun kenabian, jalan penuh duri,

Muhammad dan umat yang setia tertekan oleh kaum Quraisy yang kejam.

Pemboikotan selama tiga tahun, lapar dan derita menyayat hati,

Sungguh masa-masa sulit, ujian tiada henti.

Kemudian Khadijah, belahan jiwa, berpulang ke haribaan Ilahi,

Disusul Abu Thalib, sang pelindung yang gagah berani.

Langit seakan runtuh, bumi enggan memberi,

Namun Muhammad tetap tegar dalam gelap yang menyelimuti.

Dalam nestapa, datang panggilan dari Yang Maha Tinggi,

Isra' Mi'raj, perjalanan suci melampaui mimpi.

Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, hingga Sidratul Muntaha,

Menghadap Tuhan semesta, membawa hikmah bagi dunia.

Kini, di tanah tumpah darah kita, gelap kembali menyapa,

Rakyat terkungkung dalam tatanan yang tak berpihak padanya.

Rakyat terpinggirkan di sudut-sudut sejarah yang tak ramah,

Tersungkur di pelataran tanah tumpah darah

Pisau hukum yang tajam mengancam yang lemah,

Namun tumpul, diam membisu di hadapan kuasa dan harta.

Kesejahteraan hanyalah mimpi bagi yang papa,

Penguasa berpesta pora di atas jeritan rakyat yang merana.

Janji manis perjuangan hanyalah tipu daya,

Untuk terus memegang kendali, kekuasaan menjadi tumpuan segalanya.

Pelindung rakyat tak lagi berdiri teguh,

Hukum dan aparat kehilangan arah,

Harta dan kuasa membeli harga diri,

Mengebiri keberanian hingga tak bernyali,

Bicara kebenaran hanyalah kata-kata indah dalam mimpi.

Sungguh, ini masa gelap bagi negeri.

Namun, seperti Muhammad yang diperjalankan menembus langit,

Rakyat harus Isra', melepas belenggu sandera dunia sempit.

Menuju mi'raj, tinggikan jiwa dalam kebenaran,

Melawan kebatilan, menumbuhkan keberanian.

Inilah saatnya melangkah dengan kekuatan iman,

Menggenggam harapan meski di tengah kegelapan.

Sebagaimana Nabi menjemput kemenangan suci,

Rakyat akan bangkit, menuju cahaya abadi.

Cipinang, 26 Januari 2025