Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

Pendidikan itu Membebaskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Didi: Sekretaris Desa yang Tangguh

1 Juli 2024   09:44 Diperbarui: 1 Juli 2024   16:00 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di desa Runting Pati Jawa Tengah, ada seorang carik atau sekretaris desa bernama Pak Didi. Meskipun masyarakat sering memanggilnya "Pak Carik," Pak Didi lebih suka dipanggil dengan nama aslinya. Baginya, nama Didi adalah panggilan abadi yang tidak terikat dengan jabatannya yang suatu saat akan berakhir.

Selain menjalankan tugas sebagai carik, Pak Didi juga menghabiskan waktunya berkebun durian dan beternak kambing. Kandang kambingnya terletak di pinggir desa, bersebelahan dengan sawah. Area kandang seluas kira-kira 2500 meter persegi hanya dikelilingi pagar kayu setinggi satu meter. Di bagian belakang kandang, terdapat tempat makan dan tidur bagi kambing-kambingnya. Kambing-kambing tersebut sudah terbiasa dengan rutinitas keluar kandang untuk merumput dan kembali ke kandang sore menjelang petang sesuai kelompok usia dan jenis kelaminnya.

Meskipun kandangnya terlihat rawan pencurian, Pak Didi merasa tenang tanpa perlu ada penjaga malam. Dia percaya bahwa kandangnya aman karena hubungan baiknya dengan warga sekitar. Dibantu oleh satu orang yang bertugas memberi pakan, Pak Didi sendiri yang menangani perawatan kambing-kambingnya. Kepeduliannya terhadap kambing-kambingnya sangat besar, bahkan dia memberikan nama pada beberapa kambingnya. Salah satu kambing favoritnya adalah Gembrot, yang selalu mendekat ketika dipanggil namanya, "Brot...gembrot, sini!" Si gembrot langsung mendekat dan Pak Didi pun segera mengelus-elus kepalanya. Setelah itu, gembrot segera berlalu dan Kembali merumput bersama teman-temannya. Seakan dia sudah merasa puas karena mendapat elusan sayang dari tuannya. 

Namun, di balik kesibukan dan kasih sayangnya pada kambing-kambingnya, Pak Didi menyimpan kisah perjuangan melawan kanker usus stadium akhir. Dokter telah memvonisnya dengan penyakit tersebut setelah beberapa kali salah diagnosis sebagai gangguan lambung. Meskipun demikian, Pak Didi tidak ingin menunjukkan kelemahannya kepada orang lain. Saat seorang pedagang sayur langganannya chat menawari durian, "Pak Didi, ini saya ada durian premium. Mau gak?" Pak Didi sgera membalas, "Ya. Boleh mas. Tolong titip sama anak-anak di rumah ya. Saya lagi ada urusan di luar ini" Si pedagang sayur tidak tahu kalau Pak Didi menjawab chat itu saat dirinya sedang dirawat di rumah sakit. Begitu juga saat teman-temannya bertanya kabar, Pak Didi menjawab dengan antusias, "Alhamdulillah, saya baik-baik saja brow"

Begitulah Pak Didi. Dia menjalani hidupnya dengan ketabahan dan keikhlasan, menyadari bahwa perjalanan hidup tidak selalu mulus. Dia berkata, "Kita tidak mungkin berhenti menuju ke tujuan hanya karena ada jalan yang rusak. Kita harus berjalan terus dengan penuh ketabahan dan keikhlasan dalam menghadapi rintangan dan tantangan. Jika tidak begitu, kapan kita bisa sampai ke tujuan. Kira-kira begitulah perjalanan hidup manusia menuju surga." Perkataan Pak Didi ini disampaikan dengan ringan saja, bahkan sambil diselingi joke-joke lucu sehingga tidak mengesankan dia sedang menderita sakit berat.

Kisah Pak Didi adalah contoh nyata keteguhan hati dan semangat juang yang inspiratif. Dalam menjalani perannya sebagai carik, berkebun, dan beternak, serta menghadapi penyakit yang serius, Pak Didi menunjukkan bahwa kekuatan sebenarnya datang dari dalam diri, dari keikhlasan dan ketabahan dalam menghadapi setiap cobaan hidup. Bisa jadi sikap pasrah inilah yang justru membuatnya tegar dan tampak sehat-sehat saja. Pasca operasi kanker ususnya seberat 1,5 kg. beliau dinyatakan dokter sudah boleh pulang dari perawatan hari ke lima di rumah sakit yang seharusnya dijalani selama seminggu. Mungkin itu pula yang membuatnya tetap rajin mengurus kambing-kambingnya. 

Saya dan kedua adik saya yang semula mengunjungi lokasi peternakan milik Pak Didi dengan maksud belajar cara beternak kambing, justru mendapat bonus pelajaran hidup yang luar biasa darinya. Kemudian, karena waktu sudah hampir maghrib, kami segera berpamitan pulang. Sambil bersalaman dengan Pak Didi, kami berdoa, "Semoga sehat selalu ya, Pak." Dan dalam hati, saya juga berdoa semoga Pak Didi kelak sempat memanen durian-duriannya. Jika tidak sempat karena beliau sudah lebih dulu sampai di tujuan akhir kehidupannya, beliau tetap akan bisa memetik buah kebahagiaan di alam barunya karena telah mewariskan kesejahteraan pada anak cucunya.

Pati, 27 Juni 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun