Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

Pendidikan itu Membebaskan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Makna Tangis Sang Walikota Surabaya

13 Februari 2014   00:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 7841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13922261061812611143

[caption id="attachment_322252" align="aligncenter" width="480" caption="sumber : www.youtube.com"][/caption]

“Mata Najwa” malam ini menurutku telah berhasil menyibak apa sebenarnya yang terjadi dengan Indonesia. Mengapa Indonesia tampak begitu sulit bahkan rumit untuk bangkit dari keterpurukannya. Kita tahu gerakan reformasi sekarang telah menjadi bagian dari sejarah masa lalu. Suatu gerakan yang gegap gempita penuh ambisi demi menata kembali Indonesia setelah 3 dekade berada di genggaman rezim otoriter. Tapi apa hasilnya? Para penjahat dan pencuri justru semakin banyak bertumbuh. Mereka tidak saja keliaran di jalanan tapi juga bisa sambil duduk di kursi terhormat seorang pejabat.

Tri Rismaharini sang Walikota Surabaya yang tampil di “Mata Najwa” malam ini adalah di antara sedikit pejabat yang relatif aman dari “penyakit” yang umumnya diidap pejabat. Dia begitu total membangun kotanya. Orang menyebutnya sebagai Walikota yang gila taman karena keberhasilannya bikin kota Surabaya indah dan nyaman. Tapi baginya itu hanya prestasi permukaan saja. Di balik itu masih ada segudang persoalan. Misalnya yang selalu gak lepas dari pikirannya adalah rakyat kecil yang hidup miskin, anak-anak yang tidak sekolah, orang-orang sakit yang gak terurus, dan prostitusi yang begitu dahsyat di kotanya. Bayangkan! Ada seorang ibu yang hingga di usianya yang ke 60 tahun masih tetap menjalani pekerjaannya sebagai PSK dengan pelanggan anak-anak SD dan SMP.

Sang Walikota tampak tak kuasa menahan air mata ketika bercerita soal prostitusi. Selain itu kita lihat dia juga beberapa kali harus menangis yang mengisyaratkan adanya tantangan politik yang luar biasa berat yang menghalangi langkah-langkahnya. Kita tahu ada pengangkatan Wakil Walikota yang ternyata tidak dikomunikasikan lebih dulu dengan orang yang akan diwakilinya. Ada problem Kebon Binatang Surabaya (KBS) yang telah disebut sebagai kebon binatang terbuas di dunia dan sulit di atasinya sehingga dia merasa perlu melaporkannya ke KPK. Ada apa sebenarnya dengan KBS? Dia tampak begitu hati-hati menjawab pertanyaan Najwa Syihab soal ini.

Kita jadi ikut bertanya-tanya, tantangan politis macam apa sebenarnya yang tampaknya sukses bikin sang Walikota perempuan yang terkenal perkasa ini goyah? Bahkan Walikota dengan penghargaan sebanyak 51 dan calon Walikota terbaik dunia ini pernah terbersit ingin mundur dari jabatannya, apa sebenarnya yang terjadi? Najwa Syihab menyatakan dalam pembukaan di “Mata Najwa”, “Politik mengganggu hatinya”. Ya....tapi macam apa gangguannya? Yang pasti menurut Tjahjo Kumolo (Sekjen PDIP) bahwa Walikota itu jabatan politik. Jadi dia itu dikontrol oleh partai politik, dikontrol oleh masyarakat, diangkat oleh partai politik. Jadi dia perlu menyesuaikan diri.

Walikota perkasa, dicintai rakyat, prestasinya yang gemilang bahkan diakui dunia. Tetapi sempat berpikir untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sedahsyat apa tantangan itu sehingga harus mengubur mimpi besarnya untuk membawa Surabaya sebagai kota terbaik dunia? Sementara ada pejabat-pejabat lain dengan prestasi biasa-biasa saja justru terkesan menikmati kedudukannya. Oh...mengapa orang-orang baik itu selalu tersudutkan? Sementara mereka yang setengah baik bahkan jahat malah dibela-bela dan hidup mulia? Oh......inikah yang selama ini bikin Ibu Pertiwi berduka berkepanjangan? Dan terpaksa membiarkan diri didahului bangsa-bangsa lain yang dahulu pernah “disusuinya”

____________

Semoga Walikota kebanggaan rakyat ini tidak benar-benar mengundurkan diri, menyusul orang hebat Rustriningsih yang terpaksa harus turun gelanggang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun