Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

freedom, togetherness, networking, collaboration, immolation

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tega Nian Orangtua Ini

16 Agustus 2012   00:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:42 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_206981" align="aligncenter" width="620" caption="(Foto : TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo)"][/caption] Fenomena mudik sungguh luar biasa. Saya lihat di berbagai tempat banyak berkumpul orang-orang yang sedang bersiap-siap mudik. Di berbagai terminal, stasiun, hingga bandara tentu sudah biasa sebagai pusat berkumpulnya mereka yang hendak mudik. Tetapi jelang lebaran begini banyak tempat lain yang juga dijadikan pusat persiapan pemberangkatan para pemudik. Satu hal yang tampak sama di berbagai tempat pemberangkatan para pemudik itu adalah suasana suka cita terpancar jelas di wajah-wajah mereka. Kegembiraan ini terjadi karena mereka sudah berkesempatan untuk mudik. Mereka sudah mengantongi tiket, kendaraan sudah ada di depan mata, dan perbekalan dirasa telah cukup). Maka yang ada hanyalah bayangan betapa menyenangkannya bisa berjumpa kembali dengan sanak keluarga dan teman-teman lama di kampung halaman. Kegembiraan para pemudik itu bahkan juga terpancar pada mereka yang memilih menggunakan kendaraan roda dua. Meskipun mereka harus menempuh jarak ratusan kilometer. Sayangnya saking gembiranya banyak di antara mereka yang lupa atau mengabaikan keselamatan diri dan keluarganya. Beberapa tahun lalu teman saya di Cirebon cerita tentang pemudik yang tiba-tiba menangis histeris di sebuah pom bensin. Kegembiraan mudik itu berubah jadi kesedihan yang sangat mendalam. Peristiwa ini dialami oleh seorang pemudik dari Jakarta yang mudik ke sebuah kampung di wilayah Cirebon. Tangis hesteris seorang ibu di tempat peristirahatan sebuah pom bensin itu terjadi saat  mendapati anak batitanya tak bernafas lagi. Sementara sang ayah belum menyadari apa yang sedang terjadi karena sedang mengisi bahan bakar untuk sepeda motornya. [caption id="attachment_206986" align="aligncenter" width="450" caption="(sumber:htmindonesia.blogspot.com)"]

134507751730617571
134507751730617571
[/caption] Bisa jadi sang batita itu meninggal karena tak tahan kondisi perjalanan yang panas dan melelahkan. Sebetulnya tubuh mungilnya sudah ditutup rapat dengan pakaian dan selimut, mungkin tujuannya agar si batita terhindar dari terpaan angin dan sengatan panas. Tetapi karena tubuh mungil itu terlalu tertutup rapat, ketat, dan juga didekap ibunya sehingga bisa saja dia merasa kegerahan, panas, dan sulit bernafas. [caption id="attachment_206987" align="aligncenter" width="446" caption="(sumber:tundrace.wordpress.com)"]
13450781842127061625
13450781842127061625
[/caption] Keselamatan dan kenyamanan anak-anak dalam perjalanan memang seringkali luput dari perhatian para orangtua. Coba bayangkan bagaimana rasanya si anak yang dibonceng sepeda motor dan duduk paling depan tanpa pakai helm dan jaket. Pemandangan seperti ini sering saya jumpai di jalan-jalan. Bayangkan kalau kondisi anak seperti itu harus menempuh perjalanan ratusan kilometer saat mudik. Aneh dan sungguh tega kalau orangtua tak peka dengan kenyamanan dan keselamatran anak-anaknya sendiri. Sementara dirinya telah mengamankan diri dengan mengenakan jaket, helm, masker, sarung tangan, deker, dan sepatu, plus anak kandungnya dijadikan perisai hidup bagi dirinya. Astaghfirullah! Tega nian orangtua ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun