Mimpi yang Setengah Mewujud
Suatu waktu Aku pernah bermimpi; memiliki sebuah rumah sederhana di tepi pantai, beranda depannya menghadap ke laut, halaman belakangnya mengarah ke bukit, jendela kiri kanannya mengarah ke hutan.
Suatu waktu Aku pernah berangan-angan; memiliki seorang kekasih sederhana nan cantik, rambutnya hitam panjang terurai, wajahnya seperti humairah; jika kusebut namanya menjadi kemerah-merahan, kulitnya putih, lembut dan wangi.
Akhirnya pada suatu ketika, Aku berada di sebuah rumah tua tepat di bibir pantai, menghadap ke laut lepas, di temani olehmu; perempuan yang tidak hanya cantik dalam pandangan mata zahirku, kita duduk di beranda depan, bercengkerama sambil sesekali kubelai rambut hitam indah panjangmu.
Lalu Kau berlari kecil keberanda belakang, kukejar dan kupeluk, lalu kita sama-sama memandang bukit di kejauhan, "Betapa indah bukit itu" Kau berkata demikian, Kutampik kata-katamu; Indahnya bukit itu hanya dari kejauhan, tidak seperti dirimu, jauh dan dekat, indahnya tak pernah terdistorsi.
Kemudian Kau memegang tanganku dan menuntunku ke jendela rumah; Kau berkata betapa lebat dan alaminya hutan itu, hingga Aku merasakan kesejukan. Kukatakan dengan tegas; Tahukah Kamu, bahwa lebat hutan ini karena ia masih perawan, tidak pernah di jamah tangan-tangan kotor manusia. Demikianlah Engkau, perempuan yang baru mengenal Aku (Lelaki), Lebat hutan itu tak sebanding dengan lebat rindu yang Kau ciptakan dalam rasaku, hingga bahkan dibawah terik mentari, jika rindu itu datang ia menaungiku senantiasa dalam kesejukan.
Tiba-tiba Kau memelukku, lama dan seolah enggan melepaskan. Kudekap erat tubuhmu yang gemulai, yang wanginya menihilkan aroma basah hutan hujan di sekeliling. Kupanggil namamu dengan lembut; sejurus wajahmu menjadi kemerah-merahan, dan kupandangi begitu hikmat, sebab setelah itu, senja tak lagi jingga dan perlahan memudar.
Mimpi dan angan-anganku yang telah lama bersemayam dalam jiwa; setengah telah mewujud.
Kau telah menjadi kekasih, pun sudah mengisi penuh relung hati, seorang perempuan idaman yang kunukilkan dalam rupa dan perangai, namun rumah tempat kita bergerilya rindu itu tak cukup menyiasati kelangsungan eksistensi asmara, sebab rumah itu hanyalah sebuah rumah tua yang ditinggalkan sementara oleh pemiliknya, bukan milikku.
Penajam Paser Utara, 18 Maret 2023
Ali Musri Syam Puang Antong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H