Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mimpi yang Setengah Mewujud

20 Maret 2023   21:00 Diperbarui: 20 Maret 2023   21:09 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi Mimpi yang Setengah Mewujud/ Dokpri @ams99 By. TextArt

Mimpi yang Setengah Mewujud

Suatu waktu Aku pernah bermimpi; memiliki sebuah rumah sederhana di tepi pantai, beranda depannya menghadap ke laut, halaman belakangnya mengarah ke bukit, jendela kiri kanannya mengarah ke hutan.

Suatu waktu Aku pernah berangan-angan; memiliki seorang kekasih sederhana nan cantik, rambutnya hitam panjang terurai, wajahnya seperti humairah; jika kusebut namanya menjadi kemerah-merahan, kulitnya putih, lembut dan wangi.

Akhirnya pada suatu ketika, Aku berada di sebuah rumah tua tepat di bibir pantai, menghadap ke laut lepas, di temani olehmu; perempuan yang tidak hanya cantik dalam pandangan mata zahirku, kita duduk di beranda depan, bercengkerama sambil sesekali kubelai rambut hitam indah panjangmu.

Lalu Kau berlari kecil keberanda belakang, kukejar dan kupeluk, lalu kita sama-sama memandang bukit di kejauhan, "Betapa indah bukit itu" Kau berkata demikian, Kutampik kata-katamu; Indahnya bukit itu hanya dari kejauhan, tidak seperti dirimu, jauh dan dekat, indahnya tak pernah terdistorsi.

Kemudian Kau memegang tanganku dan menuntunku ke jendela rumah; Kau berkata betapa lebat dan alaminya hutan itu, hingga Aku merasakan kesejukan. Kukatakan dengan tegas; Tahukah Kamu, bahwa lebat hutan ini karena ia masih perawan, tidak pernah di jamah tangan-tangan kotor manusia. Demikianlah Engkau, perempuan yang baru mengenal Aku (Lelaki), Lebat hutan itu tak sebanding dengan lebat rindu yang Kau ciptakan dalam rasaku, hingga bahkan dibawah terik mentari, jika rindu itu datang ia menaungiku senantiasa dalam kesejukan.

Tiba-tiba Kau memelukku, lama dan seolah enggan melepaskan. Kudekap erat tubuhmu yang gemulai, yang wanginya menihilkan aroma basah hutan hujan di sekeliling. Kupanggil namamu dengan lembut; sejurus wajahmu menjadi kemerah-merahan, dan kupandangi begitu hikmat, sebab setelah itu, senja tak lagi jingga dan perlahan memudar.

Mimpi dan angan-anganku yang telah lama bersemayam dalam jiwa; setengah telah mewujud.

Kau telah menjadi kekasih, pun sudah mengisi penuh relung hati, seorang perempuan idaman yang kunukilkan dalam rupa dan perangai, namun rumah tempat kita bergerilya rindu itu tak cukup menyiasati kelangsungan eksistensi asmara, sebab rumah itu hanyalah sebuah rumah tua yang ditinggalkan sementara oleh pemiliknya, bukan milikku.

Penajam Paser Utara, 18 Maret 2023

Ali Musri Syam Puang Antong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun