Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Terbentang Rindu dan Doa antara Kiev dan Moskow

4 Maret 2022   19:19 Diperbarui: 5 April 2022   15:35 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi : Terbentang Rindu dan Doa antara Kiev dan Moskow

Di Kiev ;

Jendela kamarnya retak
Ditatapnya kejauhan penuh reruntuhan bangunan
Pandangannya berhenti pada tumpukan puing-puing
Sebuah katedral rata dengan tanah
Menyisakan mimbar yang masih utuh

Ia menyeka air matanya
Jatuh berbulir-bulir di pipi merah
Basah raut wajah cantiknya

Digenggamnya erat-erat kalung salib
Pemberian kekasihnya tahun silam
Didekap kedada penuh sesak
" Tuhan, kapankah perang ini berakhir, Kami ingin hidup tenang dan Aku ingin segera bertemu kekasihku"

Di Moskow ;

Di beranda masjid Ia duduk merenung
Sekira tiga jam sudah disitu
Setelah menunaikan wajib isya
Bersila dalam duduknya
Seorang diri Ia disana

Tatapannya kosong memandang kerlap-kerlip lampu kota
Sebuah quran kecil ditangannya
Diusapnya berkali-kali

Matanya berkaca-kaca
Mengalir membasahi lebat rambut pipinya
Dipandanginya langit seraya menengadahkan tangan
" Ya Allah, Jika sekiranya Kau hentikan perang ini segera, maka Aku bernazar akan puasa Nabi Daud sepanjang tahun"

Antar Rusia dan Ukraina

Terbentang jalan yang tak hanya jauh
Namun penuh sauh

Di darat;
Jalan-jalan dipenuhi segala uzur
Reruntuhan bangunan, pohon tumbang, jembatan terputus, tumpukan kendaraan tak beraturan.
Pasukan bertikai, berhadap-hadapan dua puluh empat jam
Tak ada jeda, nyaris tak kesudahan

Di udara;
Burung-burung besi aneka ukuran tak henti terbang
Meraung-raung memuntahkan racun pembunuh
Langit tak pernah lagi cerah
Penuh debu dan kabut-kabut karbon

Ironisnya lagi; tak ada koneksi internet
Dua sejoli sudah tak mampu bersua
Secara nyata, maupun maya
Semakin lengkap derita cinta dua negara bertikai
Semakin deras ujian rindu menggamit pilu
Hanya doa-doa melangit mereka luahkan

Penajam Paser Utara, 04 Maret 2022
Ali Musri Syam Puang Antong

Puisi Sebelumnya: Menunggu Kau Kembali

Puisi Pilihan: Kukira Kau Rumah

Puisi Pilihan Lainnya: Tanda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun