Puisi : Terbentang Rindu dan Doa antara Kiev dan Moskow
Di Kiev ;
Jendela kamarnya retak
Ditatapnya kejauhan penuh reruntuhan bangunan
Pandangannya berhenti pada tumpukan puing-puing
Sebuah katedral rata dengan tanah
Menyisakan mimbar yang masih utuh
Ia menyeka air matanya
Jatuh berbulir-bulir di pipi merah
Basah raut wajah cantiknya
Digenggamnya erat-erat kalung salib
Pemberian kekasihnya tahun silam
Didekap kedada penuh sesak
" Tuhan, kapankah perang ini berakhir, Kami ingin hidup tenang dan Aku ingin segera bertemu kekasihku"
Di Moskow ;
Di beranda masjid Ia duduk merenung
Sekira tiga jam sudah disitu
Setelah menunaikan wajib isya
Bersila dalam duduknya
Seorang diri Ia disana
Tatapannya kosong memandang kerlap-kerlip lampu kota
Sebuah quran kecil ditangannya
Diusapnya berkali-kali
Matanya berkaca-kaca
Mengalir membasahi lebat rambut pipinya
Dipandanginya langit seraya menengadahkan tangan
" Ya Allah, Jika sekiranya Kau hentikan perang ini segera, maka Aku bernazar akan puasa Nabi Daud sepanjang tahun"
Terbentang jalan yang tak hanya jauh
Namun penuh sauh
Di darat;
Jalan-jalan dipenuhi segala uzur
Reruntuhan bangunan, pohon tumbang, jembatan terputus, tumpukan kendaraan tak beraturan.
Pasukan bertikai, berhadap-hadapan dua puluh empat jam
Tak ada jeda, nyaris tak kesudahan
Di udara;
Burung-burung besi aneka ukuran tak henti terbang
Meraung-raung memuntahkan racun pembunuh
Langit tak pernah lagi cerah
Penuh debu dan kabut-kabut karbon
Ironisnya lagi; tak ada koneksi internet
Dua sejoli sudah tak mampu bersua
Secara nyata, maupun maya
Semakin lengkap derita cinta dua negara bertikai
Semakin deras ujian rindu menggamit pilu
Hanya doa-doa melangit mereka luahkan
Penajam Paser Utara, 04 Maret 2022
Ali Musri Syam Puang Antong
Puisi Sebelumnya:Â Menunggu Kau Kembali
Puisi Pilihan:Â Kukira Kau Rumah
Puisi Pilihan Lainnya: Tanda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H