Memendam Rindu
Bagaimana aku mendefenisikan senja, sedangkan jingga tak nampak di ufuknya, pucat pasi sejauh mata memandang, hingga ke ujung cekung cakrawala.
Bagaimana aku menerjemahkan purnama, sedangkan cahayanya sedikitpun tak kunjung tiba, meski hari sudah menunjukkan angka ke limabelas; kalender lunar, Ia enggan menampakkan terang semburatnya. Gerimis hujan bertalu-talu, menghalangi berpendar-pendar; tak kuasa atau tak biasa, ataukah hanya sekadar malu-malu hendak bertamu.
Angin lembah bersejingkat mengiringi lereng-lereng, menggoyangkan daun-daun basah, meluruhkan embun-embun resah, di kejauhan nampak sekumpulan kunang-kunang, meski redup cahayanya ia tetap memukau, Aku menikmati kemilaunya
Air sungai mengalir hingga jauh, entah berapa juta hasta jarak tempuhnya, tak pernah lelah, tak sudi jengah, di susuri segala medan; lurus, berkelok, terjal, membatu, berpasir, berlumpur. Semua dalam digdayanya. Hanya satu dalam kelindan pikirnya; muara rindu, lautan kasih, samudera cinta.
Penajam Paser Utara, 07.02.2022
Ali Musri Syam Puang Antong
Puisi Sebelumnya: Kukira Kau Rumah
https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/6200ca8487000043a13cb064/puisi-kukira-kau-rumah
Puisi Pilihan: Semesta Rindu
https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/61d3a65506310e0ec67f8402/puisi-semesta-rindu
Puisi Pilihan Lainnya: Ampau Imlek di Musim Pandemi
https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/61fcc6fe87000026d1057352/puisi-ampau-imlek-di-musim-pandemi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H