Sebaik-baik wanita adalah yang paling bermanfaat bagi siapa, dimana dan kapan saja. Wanita yang bermanfaat adalah wanita tangguh yang mampu menyesuaikan diri dalam setiap ruang dan waktu mengitarinya, dan seorang wanita dikatakan tangguh ketika dirinya senantiasa tegar dan sabar bahkan dalam situasi terpuruk, baginya tidak pernah ada beban, sebab segalanya adalah kewajiban luhur sebagai seorang wanita.
Ibu, sosok wanita tangguh tak tergantikan
Setiap anak, ketika di tanya, siapakah sosok paling engkau sayangi? Jawaban umumnya tentulah ibu. Sebab bagi seoarang anak ibu adalah madrasah utama dan pertama bagi dirinya sebelum menatap dunia luar.
Begitu pula saya. Ibu adalah sosok penting dalam tumbuh kembang, sejak lahir, bayi, balita, anak-anak, remaja hingga dewasa. Kurun waktu yang lama dalam nuansa kekerabatan yang amat dalam bagi sebuah interaksi intim antara seorang ibu dan anak. Tak ada sekat merintangi hubungan emosional itu, hingga melahirkan cinta dan kasih sayang paripurna.
Sejak kecil tidak pernah sedikitpun terdengar kata-kata keluhan dari ibu dalam mengasuh dan merawat anak-anaknya. Kami bersaudara empat orang, dan tumbuh besar bersama-sama di kampung.
Perhatian dan kasih sayang ibu kepada kami begitu besar dan tulus, mulai dari menyiapkan sarapan pagi sebelum ke sekolah, mencuci pakaian, mendampingi belajar dimalam harinya, hingga hal-hal kecil yang detail tak luput dari perhatian seorang ibu.
Ibu, Kenangan Ramadan Masa Kecil dan Keinginan Berpuasa Meski Sakit
Setiap hari ibu memastikan tersedianya menu buka puasa, bagi ayah dan anak-anaknya yang berbeda selera. Ibu selalu menanyakan perihal keinginan tentang menu makanan yang kami mau, dan ibu selalu berusaha menyediakannya. Sungguh perhatian dan kasih sayang sejati seorang ibu.
Teringat perlakuan ibu yang begitu sayang. Seingat saya hanya sekali ibu melakukan tindakan fisik, pun dengan sebuah alasan kuat, dan saya ingat betul peristiwa itu.
Saat itu, saya meminta uang jajan dua ratus rupiah, namun ibu hanya memberi lembar seratus, saya merajuk dan merobek uang itu. Ibu marah dan memelintir tangan saya hingga menangis. Namun setelah itu ibu pun menangis dan memeluk seraya mengatakan:
“Nak, uang itu adalah rezeki dari Allah, Ayah menjemputnya dengan susah payah, Ayah berangkat kerja pukul enam pagi, pulang ke rumah pukul dua siang, berjalan sejauh sekira lima kilometer. Ayah pun tak makan siang di kantor, sebab hanya mau makan siang bersama kita”
Peristiwa itu terekam kuat dan membekas dalam ingatan hingga kini.
Saat ini usia ibu sudah senja, sering sakit-sakitan dan Ramadan kali ini tak ada lagi ayah mendampinginya. Ayah meninggal setahun yang lalu, kini ibu tinggal di kampung halaman bersama dua saudara saya.
Meski sakit, ibu masih “ngotot” dan semangat melaksanakan puasa, namun setelah di berikan penyampaian dan nasehat dokter, akhirnya ibu melunak. Betapa jiwa seorang ibu masih perhatian terhadap kewajiban kepada Allah meskipun fisiknya sudah tidak memungkinkan.
Juru parkir; wanita tangguh yang kupanggil Indo’
Namanya Hariana, juru parkir wanita di kawasan pasar kampung baru, Kota Balikpapan. Setiap hari beliau menjaga area parkir tersebut. Bekerja dari pukul enam pagi hingga pukul delapan malam, bahkan terkadang hingga larut malam.
Pekerjaan itu ia tekuni sejak sekira tiga tahun yang lalu, sejak sang suami meninggal dunia akibat kecelakaan. Sejatinya pekerjaan sebagai juru parkir ini adalah warisan dari sang suami.
Satu-satunya pekerjaan yang menopang hidupnya kini adalah menjadi juru parkir.
Saat ini beliau hidup sendiri alias sebatang kara di rumah kayu sederhana di pinggir laut, yang merupakan satu-satunya peninggalan sang suami. Anak-anaknya sudah tumbuh dewasa dan menetap di luar kota.
Indo’, Tetap Semangat dan Energik Meski Berpuasa
Karena keakraban itu, beliau selalu menyediakan tempat khusus buat kendaraan saya yang berlindung di bawah pohon, dekat tempat duduk/istirahatnya.
Meski usianya tidak muda lagi beliau begitu semangat dan energik melakukan pekerjaannya. Panas matahari dan hujan tidak menghalangi beliau dalam menunaikan tugas.
Bahkan di bulan suci Ramadan ini, beliau tetap melaksanakan puasa, meski disengat panas matahari, hingga hari ke Sembilan, puasanya belum ada yang di batalkannya.
Demikianlah dua sosok wanita tangguh di bulan Ramadan versi saya, semoga kisah ini menjadi inspirasi dan hikmah bagi kita semua, Amin.
Grand Cordela AS Putra Kuningan
Semoga Bermanfaat
Salam Hangat
Ali Musri Syam Puang Antong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H