Aku melihat seraut wajah nampak redup
Guratan resah begitu nampak hebat bergelayut
Tampak menahan beban berat pikiran berkelindan
Secangkir kopi menemani sejak ia duduk sendiri
Sesekali ia melihat layar handphone
Sesekali ia membuka kacamata
Memastikan kebenaran apa yang terbaca oleh matanya
Sesaat ia mengamati sekeliling ruang kafe
Silih berganti orang lalu lalang
Ia tetap saja menikmati
Kesendiriannya yang rapuh
Terlihat ia memesan makanan
Sejurus kemudian dan tanpa ampun
Dilahapnya makanan itu secara cepat
Secangkir kopi sudah ia seruput
Cangkir kedua mendarat dihadapannya
Diaduknya rata dan kembali ia hirup
Lalu ia mengelus dada dan menghapus bulir air di pipinya
Siapa kah Dia?
Adalah seorang kawan
Yang telah mencurahkan segala daya dan upayanya
Untuk mempertahankan cinta dan integritasnya
Namun tak dianggap, tak dihargai
Balikpapan, 5 Februari 2021
Ali Musri Syam Puang Antong
* Puisi Pilihan: Perahuku Tak Sampai ke Samudera.
* Puisi Sebelumnya: Hitungan-hitungan dengan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H