Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perihal Hujan, Alam, dan Kenangan

27 Januari 2021   13:34 Diperbarui: 27 Januari 2021   13:41 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perihal Hujan, Alam, dan Kenangan

Menerka-nerka mendung di angkasa
Akan kah ia berdiam
Atau bergerak terbawa angin
Menjelma bulir-bulir
Lalu jatuh pasrah

Meretas perlahan atau deras?
Gerimis atau dentuman?
Rinai meluruh di genting-genting pelan
Meretakkan dinding-dinding batu
Apakah keduanya?

Nyatanya
Hujan mengadar silih berganti
Gerimis lalu deras, gerimis lagi
Tak henti-hentinya sepanjang hari
Demikianlah hujan; menghadirkan kejutan

Gerimis, menderas!
Mencipta suasana batin
Menguyupkan alam
Menuangkan bulir-bulir beku
Manusia dan alam menyatu dalam romansa

Rekahan hujan meluruh
Menyelinap pada kuncup bunga-bunga merekah
Diantara dahan-dahan kayu yang sepi
Udara mengembara di pucuk-pucuk rimbun
Beberapa lembar daun membumi ke tanah-tanah basah

Di selasar sunyi
Di bawah recik gerimis
Aku hendak menulis puisi paling romantis
Tentang rindu mengabadi
Sosok pedusi

Tuhan
Terima kasih untuk hujan sepanjang hari
Aku menikmati bahagia
Memandang tetes demi tetes bulirnya
Menggenangi ingatan; Menjelma bait-bait kenangan

Penajam Paser Utara, 27 Januari 2021
Ali Musri Syam Puang Antong

*Puisi Terpilih: Perahuku Tak Sampai ke Samudera.

*Puisi Sebelumnya: Aku Bara Api dan Kau Takut Menjadi Abu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun