Pagi membatin
Meresapi cuaca cukup dingin
Tak ada sapa suara-suara alam
Tak jua merapal bisik-bisik ilalang
Bahkan Sang Dewi kayangan
Menjamah rindu; enggan
Dulu, Aku menjelma pangeran bagi kerajaanmu
Menganggapku satu-satunya nakhoda
Tak sempat embun meluruh
Kau mengirim sepucuk surat
Bukan nada cinta namun isyarat jumud
Kau ingin Aku terpuruk; Aku menduga itu
Hujan datang
Menyamarkan embun-embun
Meluruh bersama bulir-bulir hujan
Meresap ke tanah-tanah kering
Dan Aku mentartil gelombangnya
Isyaratmu memakzulkan
Pagi belum jua beranjak
Tatapan mesra sepasang burung pipit
Menggoda inklusi rindu
Mengejekku dengan kicauan lirih
Sembari berciuman lembut
Terbang ke satu dahan ke dahan lain; tak henti-henti
Aku menerka-nerka
Tuhan sengaja mengirim sepasang burung itu
Agar Aku meniru kelembutannya
Untuk kuejawantahkan
Aku kembali membatin;
Mengapa Kuasa tak mengirimkan sepasang sayap malaikat
Untuk mengantarku ke haribaan
Balikpapan 24 Januari 2021
Ali Musri Syam Puang Antong
*Baca Juga Puisi Pilihan: Perahuku Tak Sampai ke Samudera https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/600509e48ede48417b4b1792/perahuku-tak-sampai-ke-samudera
*Puisi Lainnya: Menjelma Bayang-bayang https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/6000f15c8ede487f1c1fa3f2/menjelma-bayang-bayangÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H