Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelaki di Atas Pusara Ayahnya

13 November 2020   08:25 Diperbarui: 13 November 2020   09:53 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki di Atas Pusara Ayahnya

Adzan membangunkannya dari tidur malam yang tak seberapa, disegerakannya mandi - taharah, berwudhu, lalu menunaikan dua rakaat wajib subuh, pada sebuah surau tak jauh dari gubuknya.

Segera setelah shalat subuhnya, ia bergegas melangkah ke sebuah tempat, terasa asing dimatanya, beberapa bulan ia tak mengunjunginya, repot dari kesibukan yang tak di pahaminya.

Diatas sebuah gundukan tanah,ia berhenti sejenak, memandang sekeliling, rindang namun sepi, meresap kehatinya yang sunyi.

Duduk dengan posisi jongkok menghadap timur, ia memunguti daun - daun kering satu persatu, mencabut rumput - rumput hijau yang mulai liar, disatukannya tepat di samping tatakan batu, mulai lapuk dimakan waktu.

Ia lalu mengusap sebuah tonggak batu, cukup lama ia melakukannya, kemudian dipeluknya erat - erat, melepasnya ia tak mau, semakin tenggelam dalam dekap. gerimis hujan tiba - tiba turun, Ia tak mengindahkan, semakin ditatapnya tonggak itu dalam - dalam, semakin dalam hingga ia tersungkur kedepan, bersujud ia hingga pagi menjelang.

Bulir - bulir air dari langit tak juga berhenti, meski pelan, sudah cukup membuatnya basah, kelopak matanya sembab, kuyup di kedua pipinya menjadi samar, terhapus derai - derai air hujan mencampuri

Dalam gigilnya, ia mengubah arah tubuhnya, di hadapkannya ke barat, ia menengadahkan kedua tangan, lama ia dalam khusyuknya ,

Berkali - kali kepalanya mengangguk lalu menggeleng, kemudian membentur-benturkannya pada tonggak batu itu lagi, tonggak batu tak bernama, berulang - ulang, hingga nampak noda merah menetes kepipinya, Ia terpukul dalam penyesalan tak menentu; hanya ia dan Tuhan-Nya yang tahu.

Balikpapan, 12 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun