Rileks pergi berlibur atau mudik? Rasanya hampir tidak mungkin. Setelah stres di meja check in, seorang penumpang masih harus memeriksa barang bawaannya yang dapat masuk ke pesawat dan mengantri panjang di immigration & passport control. Tak jarang, calon penumpang masih harus bersitegang dengan petugas security check yang seakan menelanjangi dan menganggap setiap orang berpotensi untuk menjadi teroris.
[caption id="attachment_129334" align="aligncenter" width="506" caption="Ilustrasi: ANP"][/caption] Bepergian dengan pesawat sekarang ini jauh lebih stres daripada dahulu. Sudah banyak film atau wacana yang mengupas kecelakaan tragis, pembajakan berdarah, dan kejadian-kejadian 'aneh' di pesawat. Mungkin secara kebetulan Anda pernah bertemu penumpang yang tiba-tiba sesak napas, nyeri di dada, atau dengan pandangan kosong mondar-mandir di airport. Bisa jadi, 'penyakit dadakan' ini disebabkan oleh membludaknya jumlah penumpang yang menggunakan pesawat. Dulu, bepergian dengan pesawat hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang atau kaum happy few. Kini, hampir setiap orang dapat bepergian dengan tiket murah yang ditawarkan oleh banyak maskapai penerbangan. Banyak orang tidak siap menghadapi ritme yang berbeda dengan kehidupan mereka sehari-hari. Terutama penumpang yang sudah berusia lanjut tiba-tiba banyak mengalami gangguan fisik. Mereka harus bangun pagi-pagi dan menempuh perjalanan panjang untuk pergi ke airport. Belum lagi kurang tidur, jam makan yang terganggu, dan stres. Selain itu, airport ternyata besar dan kadang membingungkan. Mencari penyebab keluhan-keluhan fisik tersebut cukup sulit. Banyak yang berpendapat, salah satu faktor pemicu gangguan fisik itu adalah makin ketatnya kontrol keamanan di bandara. Akibatnya, antrian mengular tidak dapat dihindari. Masalah lain yang kerap muncul adalah orang-orang yang tergantung pada obat-obat tertentu. Mereka seringkali lupa membawa persediaan obat yang cukup atau obat-obat tersebut ada di kopor dan sudah telanjur masuk di bagasi pesawat. Dalam keadaan terdesak dan panik, pos kesehatan atau medical center di bandara bisa memberikan jalan keluar. Biasanya, klinik ini punya cukup persediaan obat-obatan yang sering dipakai pasien-pasien di rumah sakit. Bukan hanya stres di bandara yang sudah menjadi pemandangan lumrah, selama penerbangan berlangsung awak kabin pun makin sibuk menangani penumpang yang tiba-tiba jatuh sakit di udara. Selain itu, kondisi di kabin pesawat turut memberikan andil dalam keluhan fisik seorang penumpang. Udara di dalam pesawat biasanya sangat kering. Oksigen diproduksi artifisial dan penumpang harus dikonfrontasi dengan deru suara mesin. Coba bayangkan, Anda duduk di pesawat Boeing 747 dalam penerbangan antar benua. Mungkin saja Anda tipe orang yang mudah terkena diare atau mabuk udara. Perasaan tidak nyaman makin bertambah jika Anda duduk dikelilingi ratusan orang. Bukan hal yang aneh, jika aviophobia makin sering muncul. Aviophobia atau rasa takut dan cemas berlebihan jika terbang, sepertinya terlihat sepele, tetapi sebenarnya cukup mengkhawatirkan. Kalau Anda sedang transit atau punya waktu luang, ada gunanya sekali-kali melongok pos kesehatan bandara setempat. Jangan cuma keliling di duty free shop. Hehe... Sewaktu menunggu panggilan boarding, saya pernah duduk berhadapan dengan seorang penumpang berjubah tradisional yang betul-betul bingung dan tidak sadar dimana ia berada ataupun harus pergi kemana. Dengan bahasa Inggris terpatah-patah, ia menceracau berasal dari Lagos dan akan bepergian menuju Minneapolis. Ternyata, pemuda itu penumpang transit yang tidak terbiasa dan kaget dengan situasi di bandara. Ia mengalami disorientasi. Culture shock semacam ini bisa saja terjadi. Untung, petugas medisberhasil menenangkan penumpang tersebut dan setelah cukup stabil ia boleh melanjutkan perjalanannya. All's well that ends well! Salam dan shalom...
Amsterdam, 15 Agustus 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H