Mohon tunggu...
Isa Alïmusa
Isa Alïmusa Mohon Tunggu... -

I walk like a cat on a hot tin roof. Cautiously. Some say it's easy, some say it's not. I think it's not. I do my best not to fall.\r\n\r\n"What is the victory of a cat on a hot tin roof? - I wish I knew... Just staying on it, I guess, as long as she can" \r\n(Tennessee Williams)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Armageddon” Itu Sedang Melintasi Jepang

13 Maret 2011   00:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adegan horor itu masih membekas di kepala: tiga orang tanpa daya berpegangan di lapangan rumput terbuka, pegawai kantor mencoba menyelamatkan layar komputernya, kasir di pasar swalayan menahan rak yang hampir rubuh. Sambil menahan nafas, kamera beralih ke deretan mobil yang hanyut terseret arus lumpur dan rumah-rumah luluh diterkam ombak raksasa. Tak ada jejak manusia. Seorang pemuda bergelayut di pintu mobilnya dan pasrah ditelan air bah.

[caption id="attachment_95794" align="aligncenter" width="630" caption="The Great Wave off Kanagawa © WebMuseum Paris"][/caption]

Seniman terkenal Jepang, Katsushika Hokusai (1760-1849), memahat The Great Wave off Kanagawa. Lukisan cukil kayu itu seperti déjà vu banjir bandang dua hari silam. Banyak yang bilang, mahakarya ini adalah salah satu ikon dunia dan dapat disandingkan dengan Night Watch (Rembrandt) atau Mona Lisa (Leonardo da Vinci). Tiba-tiba, seni rupa Katsushika itu tak ada artinya dibanding terjangan tsunami di Negeri Komik Manga. Rekaman gambar ala kadarnya di televisi jauh lebih mencekam.

“Kota itu dihantam badai tsunami. Di beberapa titik, api mulai berkobar,” seru seorang presenter televisi Belanda Jumat (11/3) lalu. Masih bias nama kota itu. Si jago merah terlihat mengepulkan asap tebal. Bencana pun kenal simfoni destruktif. Empat elemen utama kehidupan – air, api, tanah, dan udara – murka. Armageddon turun sejenak ke bumi dan singgah di Negeri Para Samurai. Tanpa mukadimah. Langsung dibarengi jeritan dan sedu-sedan.

Seorang lelaki lansia duduk kaku di kursi. Tak peduli diguncang gempa di sekelilingnya. Seorang pemuda tergopoh-gopoh berusaha menopang kakek itu. Sosok rapuh itu bergeming tanpa ekspresi. Mungkin didera syok hebat. Di televisi, news ticker terus berjalan.

Belum jelas, berapa besar gelombang dahsyat itu. Menurut saksi mata, badai setinggi minimal 10 meter terlihat di daerah bencana. Tim SAR mencari korban kapal karam. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…

Gempa bumi adalah bencana alam paling menakutkan. Serangan itu bersumber langsung dari mother earth – ibu pertiwi. Ada ungkapan, surga itu di bawah telapak kaki ibu. Sekalinya ibu berang, bakal telak menusuk sukma. Tak ada lagi tanah tempat berpijak. Manusia cuma debu beterbangan. Seismolog ikut berduka dan menyebut angka 8,9 pada skala Richter. Gelegar itu begitu hebatnya. Langit tiba-tiba gelap dan bergemuruh tak terkira. Kosmos seakan ikut menangis.

Media Jepang melaporkan, jawatan kereta api kehilangan kontak dengan puluhan gerbong. Ratusan rumah hancur dilibas tsunami. Diperkirakan, angka korban tewas akan membengkak. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…

Berbeda dengan tornado, gempa bumi tak kenal klasifikasi. Gempa adalah gempa. Lindu adalah lindu. Titik. Tak ada gempa puyuh, tak ada lindu puting beliung. Gempa Jumat silam di Negeri Sakura tercatat paling gawat sejak 140 tahun. Untung, pewarta warga sigap mengirim gambar. Telepon genggam dan kamera CCTV jadi saksi bisu apocalypse di Negeri Matahari Terbit.

Belum jelas, kerusakan yang tercatat. Sejauh ini, situasi cukup terkendali. Kejuaraan seluncur es di Kanal Dua…

Berita CNN, BBC World, dan Al Jazeera hampir senada. Dikejar tenggat waktu, jajaran redaksi berupaya serentak menampilkan japanolog, seismolog, dan oceanolog. Dengan gamblang mereka menjabarkan gempa bumi, tsunami, dan mentalitas tangguh orang Jepang menghadapi musibah alam. Tak usah gentar. Masih ada sedikit titik terang di tengah situasi kalut. Sekalipun imbas tsunami tak dapat diredam, negara-negara di sekitar Samudra Pasifik punya sedikit waktu untuk mengungsi.

Amsterdam, 13 Maret 2011

12991788471689539536
12991788471689539536

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun