Hiruk pikuk pemilihan gubernur DKI Jakarta sangat dirasakan sekali. Tak salah jika banyak orang menyatakan bahwa pilgub kali ini bisa dikatan sebagai Pilgub Rasa Pilpres.Â
Pada awalnya Ahok mengambil hati para calon pemilih dengan memilih jalur Independen. lalu dibentuklah Teman Ahok dengan melibatkan banyak kalangan anak muda sebagai relawannya. Bahkan di awal-awal Ahok sempat bersitegang dengan sebagian kalangan pengurus di PDIP akibat mengambil jalur independen ini dan seolah percaya diri tak mau dicalonkan oleh PDIP. Dengan lantangnya dia akanmengambil jalur Independen.
Bahkan teman Ahok bekerja dengan sangat keras untuk mencapai satu juta KTP sebagai bentuk dan syarat dukungan mencalonkan diri dari jalur independen. Hal tersebut lalu bisa diselesaikan dengan deklarasi didapatnya satu juta dukungan Independen. Akan tetapi sebagian meragukan kebenaran satu juta dukungan ini, karena siapa yang akan memverifikasinya. toh kalaupun diverifikasi oleh KPU maka akan sangat mungkin terjadi satu juta itu belum tentu valid semua, dan memang tak ada yang bisa memverifikasinya.Â
Ujung-ujungnya, di akhir-akhir, satu juta dukungan ternyata ini dipakai untuk melakukan bargaining position dengan partai politik. Strategi Ahok ini berhasil. Dicalonkanlah dia oleh tiga Partai Politik, yang pertama Nasdem, kedua Hanura dan ketiga Golkar. Golkar yang awalnya ikut dalam penjajagan koalisi kekeluargaan, di bawah komando Setya Novanto langsung mengarahkan dukungannya kepada Ahok. Seteleh berkelit dengan lihai dalam kasus "Papa Minta Saham" yang mencatut Nama Presiden Jokowi, Bahkan berhasil menjadi Ketua Umum DPP Golkar, Setya Novanto dengan cerdiknya bermanuver mendukung Jokowi dan langsung mendeklarasikan Golkar sebagai Pendukung Jokowi untuk Calon Presiden dari Golkar. Bahkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bahkan "dipaksa" untuk menyatakan dan memulihkan nama baik Setya Novanto yang jelas-jelas dalam rekaman didengar oleh bangsa Indonesia terlibat rekaman tersebut dengan menyatakan tidak melanggar tidak sah rekaman tersebut.Â
Substansi Kasus Papa minta saham diperkecil persoalannya menjadi tidak sahnya sebuah perekaman dan tidak bisa dijadikan alat bukti. Bisa sekali mereka menjungkirbalikkan sebuah kasus besar menjadi sangat kecil dan sederhana. Bahkan, Setya Novanto sempat mau dijadikan kembali ketua DPR, tidak heran, sebab Setya Novanto ini menjabat lama sebagai Bendahara Partai Golkar, terindikasi Beliau menjadi sinterklas bagi banyak kalangan di Partai dan DPR. Apalagi sebagaimana Kesaksian Nazarudin, Beliau menjadi penentu bagi banyak proyek-proyek negara. Salah satunya Proyek E-KTP yang sangat besar anggaran namun programnya terkendala sampai sekarang.
Dukungan dari tiga Partai tersebut tidak bisa membuat Ahok tenang, maka dengan membidik Sang Bunda Mega, Ahok memuji-muji Bunda Mega untuk mendapatkan dukungan dari PDIP. Strategi Ahok tersebut membuat Bunda Mega luluh hatinya, Meski di internal PDIP sendiri benyak yang tidak setuju dengan Ahok, akan tetapi ketika Bunda Mega sudah memutuskan tak ada yang berani membantah lagi. Tokoh lain di PDIP seperti Bu Risma, awalnya dihitung untuk bisa maju, namun karena Bu Risma ragu-ragu dalam memutuskan dan belum tentu bisa lebih besar popularitasna dari Ahok sebagai Petahana, walaupun kelihatan tidak mantaf, di akhir batas pendaftaran Bunda Mega memutuskan Ahok diusung oleh PDIP dan disandingkan dengan Djarot kembali.
Dengan diusung oleh banyak Partai ditambah dua Partai Besar seperti Golkar dan PDIP, lengkaplah sudah strategi Ahok yang berhasil menyasar dukungan dari banyak kalangan. Sebagai Petahana, Ahok dan para pengusungnya sangat percaya diri akan menjadi pemenang dan akan menjadi Gubernur Jakarta.Â
Para pendukung Ahok (termasuk keputusan Setya Novanto dan Bunda Mega) tak menyangka ternyata mendapat lawan tangguh. Munculnya Nama Anis Baswedan di jagat Pilgub yang tak terprediksi membuat kepercayaan diri mereka sedikit runtuh. Pernyataan Ahok yang menimbulkan kontroversi karena membawa-bawa nama Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 51 bukan saja menimbulkan menimbulkan gejolak isu sara yang dari awal didengung-dengungkan "jangan membawa isu sara" menimbulkkan perdebatan panjang dan "berdarah-darah" dan melibatkan emosi para pendukung maupun yang tidak mendukung. Memantik umat muslim yang awalnya tidak peduli atau tidak tahu ayat tersebut bahkan menjadi tahu dan mencobamembuka berbagai tafsirnya, untuk sebuah perlawanan maupun untuk membelanya.
Dengan menyampaikan Al- Maidah ayat 51 tersebut, sebenarnya Ahok sedang berusaha "membakar diri" dulu agar nantinya di kampanye-kampanye terakhir dia jangan ditembak dengan ayat tersebut dan yang sejenisnya yang melarang muslim memilih non muslim. Dia berharap dia tidak ditembak lagi dengan isu sara karena menjadi ancaman terbesar dirinya dan bisa tak terpilih sebagai gubernur.
Ahok tidak melihat Agus Yudhoyono sebagai ancaman. Karena Agus Yudhoyono dipersiapkan dan terjun ke dunia politik (walaupun melepas karier di militer) untuk tujuan jangka panjang. Agus dipersiapkan untuk menjadi ketua Umum Partai Demokrat dan tes kepada pendukung SBY sebagai persiapan menjadikan Ani Yudhoyono mencalonkan diri menjadi Presiden RI berikutnya.Â
Yang paling ditakutkan adalah Pasangan Anis Baswedan-Sandiago Uno, sebab bisa menarik dukungan pemilih terutama pemilih perempuan yang senang dengan keduanya. Bisa dilihat dengang tulisan-tulisan para pendukung Ahok yang menyatakan bahwa "jangan memilih calon gubernur yang bermodal ganteng",modal tampang doang tidak cukup, dan komentar-komentar lainnya yang menyatakan pemilih harus melihat program, DKI butuh orang tegas dan lain sebaganya.Â