Dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, para pedagang kaki lima (PKL) mengeluhkan kondisi yang tak kunjung selesai.
Saat ditemui jalan Sepatan raya kabupaten Tangerang, seorang PKL, Ismail
(38) mengaku, semenjak kebijakan PPKM ini sangat berdampak pada usahanya sendiri, karena penurunan penghasilan setiap hari nya.
Diketahui, Pemerintah Kabupaten Tangerang kembali memperpanjang PPKM level 4 sejak 26 Juli sampai 2 Agustus 2021 mendatang.
"Kondisi sangat amat sepi pembeli, orang-orang pada tidak mau beli karena tidak bisa memasang meja dan kursi dan juga pembatasan jam berjualan, " kata Ismail,
 Jumat(09/7).
Menurutnya, dagangan yang dijual sehari-hari itu sepi, disebabkan kondisi jalan yang juga sepi. Sehingga kata Dia, hal itu berpengaruh pada omset pendapatan setiap harinya yang sebelumnya berkisar Rp  800 ribu, sekarang untuk mencapai 400ribu  saja sangat lah amat susah,
Saat disinggung mengenai bantuan dari Pemerintah, Ismail  mengaku pernah mendengar adanya informasi itu. Namun, hingga saat ini dirinya pun tak kunjung menerima bantuan dari pemerintah tersebut.
Sebelumnya sudah bertanya kepada pemerintah setempat, tapi mereka bilang belum ada arahan dari atasan," ujarnya.
Terpisah, seorang pedagang  baju PKL Ambon (65) Warga Jalan kota bumi indah Kecamatan Sepatan, Ambon juga mengeluhkan hal sama dengan Ismail.
Dia mengatakan, Sebelum adanya PPKM usahanya omset jualan baju mencapai Rp 1juta per-hari. Namun saat ini hanya mencapai 550 ribu perharinya.
Untuk bantuan tidak pernah tanya kepada pemerintah setempat, takut nanti dibilang pengemis," ungkapnya.
Meski demikian, para pedagang kaki lima ini berharap pemerintah memberikan bantuan untuk mereka di masa PPKM level 4 ini.
Karena dampak nya sangat lah besar untuk pedagang kaki Lima saat ini,Apalagi sempat di berhentikan nya pedagang kaki lima untuk tidak berdagang di saat masa pandemi belum berakhir, "Ismail" (38) jika demikian pemerintah tidak memberikan bantuan kepada kami maka keluarga kami semua mau di berikan makan apa setiap harinya, ujarnya.
Anak, istri dirumah butuh makan untuk setiap harinya, Jika kami Pedagang Kaki Lima dilarang untuk berdagang dan tidak mendapatkan bantuan, Maka keluarga kami dirumah mau makan apa? Ujar PKL.
Harapan kami selaku PKL sama saja dengan para pelaku usaha lain, tukang ojek, PPKM-nya tidak usah diperpanjang. Dampak negatifnya pada pendapatan harian kami, khususnya jualan sangat luar biasa menurun," kata Ambon (65), salah seorang PKL, Menurutnya, pendapatan mereka sudah berada di angka 20% hingga 30% dibanding hari biasa atau sebelum adanya diberlakukan PPKM. Ibaratanya, biasanya dapat 25 pembeli, sekarang hanya 10 atau 12 pembeli saja.
Makanya, mereka berharap PPKM tidak diperpanjang lagi. Ambon (65)pun berharap, jika pemerintah berupaya menangani pandemi Covid-19, maka pemerintah harus memiliki langkah lain atau menegakan aturan yang memiliki solusi yang lebih efektif lagi.
Anto Silalahi, salah seorang pedagang kaki lima menuntut agar mereka tidak digusur dari lapak tempat penjualan yang sudah bertahun-tahun. "Kami maunya ditata," katanya.Â
Dia menambahkan, para pedagang tidak mampu membayar pasar mahera yang begitu mahal. "Dengan kata lain, ekonomi tidak sesuai dengan pendapatan," tegasnya.
"Kami juga menuntut agar Perda No 41 diterapkan juga ke Hotel Megah, Hotel-hotel disekitar, Toko Handphone dan RS, penerapan perda harus dilakukan secara adil," pungkasnya.
Sebuah pesan WhatsApp masuk ke ponsel android milik Anto Silalahi. Pengirimnya adalah ibunya sendiri, yang mengerti sekaligus ikut prihatin dengan kondisi anak bungsunya sejak aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk daerah Pulau  Jawa-Bali mulai jalan awal Juli (3/7) kemarin. Dari pertama kali menyadari bahwa pesan itu adalah pesan berentet yang diteruskan saja ia sudah curiga. Meskipun secara sekilas, terutama untuk orang yang sedang butuh duit, isi pesan tersebut terlihat cukup meyakinkan.
Anto Silalahi mengabaikannya. Ia tidak terpancing. Malam itu, adalah hari keenam PPKM Darurat berlangsung, seperti biasa ia tetap berangkat dari rumahnya di daerah Pasar kemis, kab.tangerang menuju kawasan pasar malam Tanah Merah Sepatan, Sepatan Raya, kabupaten Tangerang, tempatnya berjualan lontong sayur selama tiga tahun terakhir. PPKM Darurat sebenarnya memberi ketentuan yang cukup mengakomodasi buat kaki lima macam Anto Silalahi, masih diperbolehkan berdagang tapi konsumen harus membawa pulang pesanannya. Mereka juga dibatasi hanya boleh berjualan sampai pukul delapan malam.
Otomatis pengunjung sepi. Razia Satpol PP yang digelar setiap hari membuat surut geliat wisata niaga kawasan sepatan tersebut. Maka bimbanglah Anto Silalahi, keuntungannya terjun bebas. Tidak sepadan dengan kebutuhan menghidupi istri dan anak anaknya yang baru saja naik kelas  sekolah dasar. Ditengoklah tawaran bantuan Rp350 ribu yang mampir via kasih sayang seorang ibu kepada anak lelakinya, sang pedagang kaki lima yang tidak ingin anak nya tertipu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H