Belum lama ini, terjadi lagi aksi pembakaran Al quran di Swedia, tepatnya saat Hari Raya Idul Adha di depan Central Mosque di Stockholm. Tindakan ini dilakukan oleh seorang pria yang berasal dari Irak, yaitu Salwan Momika. Pembakaran Al Quran ini dilakukan sebagai bentuk provokasi dan aksi dilakukan karena telah mendapatkan izin dari pengadilan Swedia pada Rabu (28-06-2023). Kontan saja aksi ini menimbulkan kecaman dari umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia. Aksi seperti ini bukan kali pertama namun sudah kesekian kalinya seperti dikutip dari CNN Indonesia (31/01/2023) pada tanggal 21 Januari 2023, Paludan membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia. Nyaris sepekan kemudian, ia melakukan aksi yang sama di Copenhagen, Denmark. Dan masih banyak lagi aksi yang melecehkan agama Islam.Â
Pembakaran Al Quran ini, sungguh membuktikan bahwa begitu mudahnya agama Islam dilecehkan, ajaran Islam dimonsterisasi, dan Al Quran sebagai kalam Allah yang mulia justru dibakar, dan seharusnya Al Quran disegani justru diperlakukan seolah tidak berarti. Jika saja bendera suatu negara dibakar tentu akan ada kemarahan besar bagi pemilik bendera. Apalagi jika Al Quran yang merupakan kitab umat muslim di seluruh dunia yang dibakar?. Maka, ini menjadi tugas besar bagi umat Islam seluruh dunia untuk menjadikan Islam berada pada posisi paling atas, di atas segala-galanya, paling kuat, dan paling disegani. Seperti di zaman ketika Islam diterapkan dalam naungan negara dan menjadi mercusuar dunia, dan seluruh umat Islam memiliki perisai yang akan memberikan keamanan bagi seluruh warga negara.Â
Kejadian pembakaran Al-Qur'an ini akan terus berulang dan tidak akan pernah berhenti jika tidak ada hukuman yang diberlakukan bagi para pelaku. Kaum muslim saat ini hanya mampu mengecam, dan kecaman ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun termasuk non-muslim. Tidak ada beda, bahkan kecaman dari umat muslim pun malah semakin tenggelam karena kejadian pembakaran Al-Qur'an sudah sering terjadi dan seperti sudah menjadi kejadian biasa yang terulang. Kecaman-kecaman yang tak kunjung menjadikan jera dan tidak mengubah apapun yang membuat umat muslim semakin bungkam, serasa tidak terjadi apa-apa. Selain itu, kondisi ini menggambarkan bahwa umat muslim yang jumlahnya dua miliar tidak bisa melakukan apa-apa untuk melawan seorang.
Ini mengindikasikan bahwa terdapat kelemahan kekuatan politik umat Islam. Kelemahan ini muncul tatkala umat Islam tidak bersatu. Penistaan agama Islam yang terjadi berulang kali tatkala kebebasan diberlakukan lebih tepatnya ketika sistem demokrasi kapitalisme diterapkan. Kebebasan terjamin dan tidak memperdulikan apakah yang dilakukan sebuah penistaan agama atau bukan. Dari sini kita paham bahwa ini bukan sekadar permasalahan antar personal atau antar umat beragama tetapi jauh lebih besar yaitu antar ideologi. Bahwa permasalahan ini akan selesai tuntas ketika ada perubahan sistem yang meniadakan kebebasan.Â
Sistem pengganti yang berasal dari Pencipta manusia, alam semesta dan Pencipta seluruh dunia ini. Sistem Islam dalam naungan negara yang akan menjadikan negara paling kuat dan paling disegani begitu juga lengkap dengan sistem aturan yang memanusiakan manusia karena berasal dari Pencipta manusia. Seperti di zaman ketika Islam diterapkan dalam naungan negara dan menjadi mercusuar dunia. Maka seluruh umat Islam seluruh dunia memiliki perisai yang akan memberikan keamanan bagi seluruh warga negara dan dunia.
Fida (Aktivis Mahasiswi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H